Lalu, di SRBI, investor nonresiden masih net sell senilai Rp12,64 triliun year-to-date hingga transaksi 24 April, membesar dibanding posisi 16 April yang baru Rp7,94 triliun. Sementara di pasar saham, posisi net sell asing juga meningkat tajam menjadi Rp48,79 triliun per 24 April, dibanding Rp36,86 triliun year-to-date hingga 16 April lalu.
Meski kian besar nilai jual bersih dalam hitungan year-to-date, pada perdagangan hari terakhir pekan lalu, investor nonresiden mencetak net buy tipis Rp173,18 miliar.
Valuasi sudah murah
Pada pekan lalu, bank investasi global yang berpusat di Zurich, Swiss, UBS Group, menaikkan rekomendasi untuk saham-saham dari bursa Indonesia menjadi 'overweight'.
Melansir Bloomberg News, Kamis (24/4/2025), Ahli Strategi UBS Sunil Tirumalai mengatakan, kenaikan rekomendasi saham RI tersebut dilatari oleh pandangan bahwa kondisi domestik Indonesia defensif, dengan valuasi saham Indonesia kini sudah dekat dengan level terendah saat Pandemi Covid-19. Selain itu, ada potensi dukungan dari dana-dana besar pelat merah.
Sampai data penutupan perdagangan 25 April, IHSG telah membukukan kenaikan 11,39% dan total return 13,09% sejak mulai kembali dibuka pada 8 April lalu, seperti dicatat oleh Bloomberg.
Capaian kenaikan tersebut menandai bahwasannya kemerosotan indeks akibat guncangan pasar global yang terjadi sejak pasar dibuka usai libur lebaran pada 8 April lalu akibat dimulainya perang dagang, telah terhapus.
Bursa saham RI menunjukkan resiliensi dengan melenting lebih cepat dari titik terendah. Sedangkan bursa saham dunia lain, masih belum pulih dari kejatuhan sejak vonis tarif Trump jatuh pada 2 April lalu.
Indeks S&P 500 misalnya, masih mendertia penurunan 2,95% sampai perdagangan Jumat lalu, bersama Nikkei yang bahkan ambles 5,54%. Begitu juga bursa saham negeri jiran Malaysia yang masih tergerus 1,73% dan Thailand turun 2,43%.
Yield turun banyak
Minat asing di pasar domestik yang terlihat masih besar menyerbu SBN, terutama didorong oleh spread yang masih menarik antara yield surat utang RI dengan US Treasury yang sempat melebar hingga lebih dari 300 basis poin.
Walau kini yield spread kembali menyempit di kisaran 264 bps, asing nyatanya masih terus mengalihkan dana dari pasar ekuitas, juga diduga nilai SRBI jatuh tempo ke instrumen SBN.
Serbuan investor ke SBN melesatkan harga surat utang terbitan pemerintah RI tersebut ditandai dengan yield yang sudah turun cukup banyak sebulan ini.
Dalam sebulan terakhir, seperti dicatat oleh Bloomberg, mayoritas tenor SBN mencatat penurunan imbal hasil yang mencerminkan kenaikan harga hingga double digit.
Sebagai contoh, SBN tenor 2Y sudah turun 25,6 bps sebulan terakhir hingga dalam perdagangan pekan lalu ditutup di level 6,435%.
Begitu juga tenor 5Y yang bahkan turun yield-nya 38,2 bps ke level 6,582%. Sedangkan tenor acuan 10Y, turun yield-nya sebesar 29,2 bps dalam sebulan terakhir ke level 6,910%.
Untuk tenor panjang, penurunan yield lebih terbatas seperti 15Y turun 17,7 bps ke level 7,041%, lalu tenor 20Y terpangkas 21,9 bps kini di level 7,013% dan tenor 30Y yield-nya hanya turun 4,9 bps menjadi di 7,075%.
(rui)





























