Bank Dunia menggarisbawahi meningkatnya ketidakpastian global berdampak pada kepercayaan bisnis dan konsumen, menghambat investasi dan konsumsi.
Selain itu, pembatasan perdagangan diperkirakan akan berdampak pada ekspor di kawasan ini, sementara pertumbuhan global yang lebih lambat kemungkinan akan makin mengurangi permintaan eksternal.
Menurut Bank Dunia, prospek pertumbuhan negara-negara di kawasan tersebut pada 2025 cenderung variatif dengan China tumbuh sebesar 4%; Kamboja sebesar 4%; Indonesia sebesar 4,7%; Malaysia sebesar 3,9%; Mongolia sebesar 6,3%.
Sementara itu, prospek pertumbuhan Republik Demokratik Rakyat Laos sebesar 3,5%; Filipina sebesar 5,3%; Thailand sebesar 1,6%; dan Vietnam sebesar 5,8%. Pertumbuhan di negara-negara Kepulauan Pasifik diproyeksikan mencapai 2,5%.
Bank Dunia menyarankan respons kebijakan dalam tiga aspek. Pertama, memanfaatkan teknologi baru dapat meningkatkan produktivitas dan sebagai hasilnya dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja, seperti yang ditunjukkan di Malaysia dan Thailand.
Kedua, reformasi untuk meningkatkan persaingan, terutama di bidang jasa, dapat menciptakan peluang ekonomi baru, seperti yang terlihat di Vietnam. Ketiga, kerja sama internasional yang lebih besar dapat meningkatkan ketahanan.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo mengatakan sejumlah negara mesti menggabungkan teknologi baru dengan reformasi yang berani untuk mengatasi persoalan lingkungan dan tantangan jangka panjang saat ini.
“Itulah resep untuk produktivitas yang lebih tinggi dan lapangan kerja yang lebih baik,” kata Aaditya.
Pada 2024, Asia Timur dan Pasifik melampaui sebagian besar kawasan dalam pertumbuhan ekonomi.
Untuk mempertahankan momentum ini dan menciptakan lapangan kerja, negara-negara di kawasan tersebut mesti menavigasi ketidakpastian global dan mengatasi tantangan jangka panjang terkait dengan pergeseran integrasi global, perubahan iklim, dan tren demografi.
(dov/naw)































