Indeks dolar AS pagi ini bergerak stabil di kisaran 99,6, setelah kemarin ditutup menguat di bursa New York.
Penguatan rupiah pagi ini terjadi di tengah IHSG yang juga tancap gas. IHSG dibuka menguat 0,7% pagi ini.
Sedangkan di pasar surat utang RI, yield bergerak variatif di mana tenor 2Y masih naik 0,5 bps. Tenor 5Y yield-nya turun 1,7 bps dan 10Y juga turun 1,1 bps.
Lanskap pasar global relatif lebih baik pada Jumat terutama karena sinyal terbaru dari bank sentral AS di tengah ketegangan perang dagang yang masih belum sepenuhnya mereda.
Ada peluang pemangkasan bunga acuan AS paling cepat bisa terjadi pada Juni nanti.
Sinyal itu mengangkat appetite pasar ditandai dengan reli harga saham di Wall Street tadi malam di mana S&P 500 naik lebih dari 2%.
Deputi Gubernur The Fed Christopher Waller mengatakan kepada Bloomberg Television ia akan mendukung penurunan suku bunga jika tarif menyebabkan hilangnya lapangan kerja.
Dalam wawancara dengan CNBC, Gubernur The Fed Bank of Cleveland Beth Hammack mengatakan para pejabat bisa bergerak paling cepat pada Juni jika memiliki bukti yang jelas tentang arah ekonomi.
Sempat terlemah
Pada penutupan pasar spot, Kamis (24/4/2025), rupiah ditutup di level Rp16.870/US$, yang menjadi level penutupan rupiah terburuk sejauh yang dicatat.
Rupiah sejauh ini menjadi mata uang Asia satu-satunya yang membukukan pelemahan terhadap dolar AS sepanjang tahun.
Bila membandingkannya dengan posisi penutupan akhir tahun lalu, rupiah sudah kehilangan 4,55% year-to-date di kala mayoritas mata uang Asia berhasil mengungguli dolar AS yang pada periode sama tergerus 8%.
Pelemahan rupiah terutama karena terus membesarnya tekanan jual investor asing di pasar portofolio, yang dipicu oleh sentimen domestik maupun eksternal seperti perang dagang.
Data terakhir yang kompilasi Bloomberg Technoz dari otoritas terkait, selama April saja terjadi arus keluar modal asing alias outflows senilai Rp61,06 triliun month-to-date hingga membawa rupiah ambles hampir 2% bulan ini.
Sebelum vonis tarif resiprokal dijatuhkan Presiden Trump pada banyak negara, termasuk Indonesia, rupiah sudah terperosok 2,77% selama kuartal 1-2025.
Hal itu sebagian besar adalah akibat sentimen domestik di antaranya ketidakyakinan pasar akan arah kebijakan fiskal pemerintah, penurunan peringkat saham, sampai spekulasi yang menyertai pembentukan Danantara.
Sebagian analis menilai, rupiah saat ini sudah berada jauh di bawah harga wajarnya (undervalued).
"Kami berpikir rupiah sangat undervalued sehingga pelemahan lebih lanjut akan terbatas dari sini. Bahkan mungkin rupiah akan mulai menguat dengan cepat mengejar ketertinggalan dari mata uang regional," kata Head of Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro dalam catatannya.
Secara historis, kata Satria, rupiah adalah mata uang negara berkembang dengan tingkat beta tertinggi. Di periode lalu, rupiah telah menguat 3%-5% dalam hitungan minggu atau bahkan hari, seperti terjadi pada 2020 dan 2024.
"Target kami untuk USD/IDR pada kuartal II-2025 adalah Rp16.300/US$," kata analis.
(rui)

































