Komoditas penyumbang defisit adalah serealia sebesar US$103,7 juta; logam mulia dan perhiasan/permata US$91,2 juta serta bahan bakar mineral sebesar US$83,4 miliar.
Thailand berada pada posisi ketiga dengan defisit US$195,4 juta pada Maret 2025. Hal ini terjadi karena ekspor ke Thailand hanya US$514,8 juta; plastik dan barang dari plastik US$68,7 juta; dan mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya US$68,5 juta pada Maret 2025.
BPS melaporkan neraca perdagangan barang Indonesia surplus US$4,33 miliar, atau naik US$1,23 miliar secara bulanan. dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 59 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Surplus pada Maret 2025 lebih ditopang oleh surplus dari komoditas nonmigas, yakni sebesar US$6 miliar. Komoditas penyumbang surplus utama adalah lemak dan minyak hewan/nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.
"Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas defisit US$1,67 miliar, dengan komoditas penyumbang defisit adalah hasil minyak dan minyak mentah," ujarnya.
Berdasarkan data BPS, nilai ekspor Indonesia pada Maret 2025 tercatat US$23,35 miliar, meningkat 5,95% secara bulanan dibanding Februari 2025, dan naik 3,16% secara tahunan dibanding Maret 2024.
Nilai ekspor migas pada Maret 2025 tercatat US$1,45 miliar atau naik 28,81% secara bulanan. Sementara itu, nilai ekspor nonmigas naik 4,71% dengan nilai US$21,8 miliar.
Sementara itu, total nilai impor Indonesia pada Maret 2025 tercatat US$18,92 miliar, meningkat 0,38% secara bulanan dibanding Februari 2025, dan melonjak 5,34% secara tahunan dibanding Maret 2024.
Nilai impor migas pada Maret 2025 tercatat sebesar US$3,13 miliar atau naik 9,07% secara bulanan. Sementara itu, impor nonmigas US$15,79 miliar atau turun 1,18% secara bulanan.
(dov/naw)
































