Sebagai negara penghasil nikel terbesar di dunia, Dilo menyebut, Indonesia semestinya dapat menentukan harga komoditas mineralnya sendiri karena kekuatan harga mineral di Indonesia harus tecermin dalam HPM.
"Itu [HPM] harus bisa mencerminkan dominasinya, kita sebagai produsen komoditas utama yang mineral strategis, mineral kritis," tambahnya.
Di sisi lain, Dilo menilai ketika pemerintah menaikkan harga royalti saat harga komoditas mineral tengah turun, pendapatan negara tidak akan melonjak. Kondisi tersebut malah membuat pengusaha tambang makin tertekan.
“Kalau harganya turun, royaltinya dinaikin, negara dapatnya juga enggak nendang-nendang amat. Namun, buat pengusaha pasti challenging, pasti die [tumbang] orang harganya turun kok [dinaikkan] royaltinya,” ungkap Dilo.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan revisi tarif royalti mineral dan batu bara (Minerba) diambil untuk mengerek penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.
Kendati demikian, Bahlil menuturkan, kebijakan pungutan anyar itu tidak bakal memberatkan kalangan pelaku usaha tambang.
Bahlil beralasan tarif royalti akan dikenakan sesuai dengan fluktuasi harga komoditas di pasar.
“Pemerintah juga harus membuat sebuah regulasi yang juga menjaga agar menambah pendapatan negara kita,” kata Bahlil selepas menghadiri rapat terbatas (Ratas) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (17/4/2025) malam.
Bahlil menambahkan pemerintah turut memperhatikan kelangsungan usaha dari penambang Minerba di dalam negeri. Menurut dia, pemerintah telah mencoba mencari keseimbangan ihwal penerapan tarif royalti anyar ini.
“Kita membuat keseimbangan. Sebenarnya kalau tabelnya itu, kalau harganya turun, dia tidak dikenakan kenaikan yang tinggi,” kata dia.
Pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2025 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian ESDM.
Beleid tersebut ditandatangani dan diundangkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 11 April 2025 dan berlaku efektif setelah 15 hari, terhitung sejak tanggal diundangkan, alias pada 26 April 2025.
(mfd/wdh)





























