Logo Bloomberg Technoz

Keberhasilan di atas kertas itu diperkuat dengan peluncuran program pembiayaan "Kabayan", yang diklaim menggunakan data teknis akuakultur untuk menilai kredit petani. Nyatanya, eFishery sendiri yang menanggung risiko kredit dengan tingkat gagal bayar yang tinggi, alih-alih sekadar menjadi perantara finansial. 

Meski berisiko besar, program ini berhasil menciptakan arus kas dan volume transaksi yang dibutuhkan untuk menyokong narasi pertumbuhan.

Menutupi Realita dengan Narasi Terstruktur

Dalam upaya menarik investasi, Gibran juga mengatur kunjungan investor ke lokasi petani terpilih yang telah dipersiapkan sebelumnya. Manajer area diberi lembar fakta dengan angka-angka yang telah disesuaikan, lalu diteruskan kepada petani yang akan ditemui saat kunjungan due diligence. Proses ini menghindarkan investor dari melihat kenyataan yang sesungguhnya di lapangan.

Pada akhir 2023, ketika seorang investor mencoba menghubungkan eFishery dengan produsen pakan ikan terbesar di Indonesia —yang bisa menjadi kerja sama strategis— Gibran justru mengabaikannya. Sikap itu menimbulkan kecurigaan karena bertentangan dengan klaim bahwa bisnis eFishery telah menjangkau puluhan ribu petani dan menggerakkan volume pakan dalam skala besar.

Lebih mencurigakan lagi, para eksekutif dari distributor pakan utama Indonesia mengatakan tidak melihat lonjakan permintaan yang seharusnya sejalan dengan klaim distribusi eFishery yang masif. Vendor utama komponen pengumpan otomatis pun menyebut bahwa mereka hanya memproduksi cukup untuk sekitar 5.000 unit per tahun jauh dari target 300.000 unit yang diklaim.

Gibran mengaku terpaksa melakukan semua ini demi "menyelamatkan perusahaan, karyawan, dan petani." Ia mengibaratkan situasinya sebagai “trolley problem”, di mana ia harus memilih untuk menabrak satu nilai moral demi menyelamatkan lebih banyak pihak. 

Sebagaimana diketahui sebelumnya, hasil penyelidikan internal mengungkap kemungkinan praktik manipulasi keuangan di eFishery. Laporan awal menunjukkan bahwa perusahaan tersebut menggelembungkan pendapatan dan laba sejak awal berdiri, dengan mencatatkan kerugian total sebesar US$152 juta (sekitar Rp2,47 triliun).

Lebih lanjut, laporan setebal 52 halaman dari FTI Consulting mengungkap bahwa dalam sembilan bulan pertama 2024, eFishery melaporkan keuntungan sebesar US$16 juta (sekitar Rp260 miliar), padahal sebenarnya perusahaan mengalami kerugian US$35,4 juta (sekitar Rp576 miliar).

Tak hanya itu, laporan tersebut juga menyebutkan bahwa manajemen eFishery menggelembungkan pendapatan hingga hampir US$600 juta dalam periode yang sama. Dengan manipulasi tersebut, lebih dari 75% angka yang dilaporkan diduga palsu.

Penyelidikan ini dilakukan setelah seorang pelapor rahasia melaporkan dugaan manipulasi data keuangan kepada salah satu anggota dewan. Laporan yang kini telah beredar di kalangan investor juga menyebut bahwa perusahaan yang didukung oleh investor besar seperti SoftBank Group Corp dan Temasek Holdings Pte ini mencatatkan angka penjualan alat pemberi makan ikan sebanyak 400 ribu unit, padahal jumlah sebenarnya hanya sekitar 24 ribu unit.

(prc/wep)

No more pages