Dia mengingatkan dalam perspektif Indonesia, ada banyak keunggulan komparatif, termasuk soal potensi energi hijau yang dapat dioptimalkan.
Khusus untuk tenaga air, Bahlill menilai terdapat potensi pengembangan PLTA sebesar 3.600 gigawatt (GW) atau sekitar 3,6 terawatt (TW).
Jika berhasil dieksekusi, maka akan ada ratusan ribu lapangan kerja yang terserap dan miliaran dolar AS atau devisa yang dikantongi oleh RI.
"Kalau ini mampu kita lakukan, ini akan menciptakan lapangan pekerjaan kurang lebih sekitar 300.000 dan bisa mendatangkan devisa kurang lebih sekitar US$70 miliar," ucap dia.
Bahlil berpandangan keunggulan energi hijau di Tanah Air bisa dipenetrasi ke pasar manapun, seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan lain sebagainya.
"Harus membangun komunikasi politik, komunikasi ekonomi yang win-win, yang saling menguntungkan dan tidak saling mengintervensi antara negara satu dengan negara yang lain,” kata dia.
Dalam sektor energi, Bahlil menyebut pemerintah bakal merealokasikan kuota impor minyak dan liquefied petroleum gas (LPG) ke Amerika Serikat (AS), dengan nilai sekitar US$10 miliar atau Rp168,07 triliun (asumsi kurs Rp16.807 per dolar AS).
Bahlil mengatakan realokasi impor ke AS itu dilakukan dengan mengurangi kuota impor produk migas dari Singapura serta beberapa negara di Afrika dan Timur Tengah.
“Kami mengusulkan dari ESDM adalah pertama, kita mengimpor sebagian minyak dari Amerika dengan menambah kuota impor kita LPG yang angkanya kurang lebih di atas US$10 miliar,” kata Bahlil.
Manuver peningkatan kuota impor migas dari AS itu menjadi bagian perundingan dagang yang didorong pemerintah untuk menghindari tarif resiprokal 32% bikinan Trump. Terlebih, neraca perdagangan Indonesia terhadap AS selalu mencatatkan posisi surplus terhadap AS.
Sampai akhir 2024, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia terhadap AS surplus US$14,34 miliar, bergerak naik dari posisi tahun sebelumnya dengan surplus US$11,97 miliar.
“Kalau ini aja kita geser [impor migas], maka neraca perdagangan kita dengan Amerika itu tidak akan terjadi lagi. Neraca kita seimbang, ini yang kita akan lakukan,” ucap Bahlil.
(mfd/naw)






























