Logo Bloomberg Technoz

Namun upaya intervensi untuk menurunkan harga dan meningkatkan pasokan minyak goreng yang dilakukan ternyata dihambat oleh tiga korporasi tersebut. Mereka tidak menjalankan kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). 

Wilmar Grup dari kewajiban DMO sebesar 240,8 juta kg yang terpenuhi hanya 92,9 juta kg atau hanya 38,6% dari kewajiban. Lalu, Musim Mas Grup hanya memenuhi sebesar 52,2% kewajiban DMO. Sementara Permata Hijau Grup hanya memenuhi 42,3% kewajiban DMO.

Kala itu, Kejagung mendapatkan fakta adanya permufakatan atas perizinan ekspor yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat, yaitu telah mendistribusikan CPO tidak sesuai dengan harga dalam negeri atau DPO dan tidak mendistribusikan CPO sesuai DMO.

Pada Mei 2022 kemudian Kejaksaan Agung lalu menetapkan lima orang sebagai tersangka. Proses hukum terhadap lima tersangka kemudian bergulir hingga dipidana bersalah dan putusan sudah berkekuatan hukum tetap pada Januari 2023.

Mereka adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Whisnu Wardhana; Tim asistensi Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari (bagian Permata Hijau Group), Stanley M.A; Manager General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.

Kejagung sendiri telah menyampaikan kerugian keuangan negara yang terjadi persetujuan ekspor yang diberikan kepada tiga korporasi tersebut mencapai Rp6,37 triliun. Angka tersebut berasal dari jumlah kewajiban DMO yang tidak disalurkan dan berakibat adanya kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.

Akibat kenaikan harga itu, pemerintah menggelontorkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Minyak Goreng kepada 20,5 juta rumah tangga tidak mampu, dengan total anggaran senilai Rp6,9 triliun.

Usai tersangka perorangan, penyidik Kejaksaan Agung melanjutkan perkara korupsi tersebut dengan menjerat korporasi dalam upaya memulihkan kerugian negara. Mereka pun menetapkan Wilmar Grup, Musim Mas Grup, dan Permata Hijau Grup sebagai tersangka dan menyeretnya ke pengadilan.

Pada perkara nomor 39/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst; jaksa mendakwa sejumlah perusahaan sawit dari Permata Hijau Grup. Mereka adalah PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo dan PT Permata Hijau Sawit

Pada perkara nomor 40/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst; jaksa menyeret sejumlah perusahaan dari Wilmar Grup yaitu PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

Sedangkan perkara nomor 41/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst; jaksa mendakwa beberapa perusahaan dari Musim Mas Grup yaitu PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT. Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas dan PT Wira Inno Mas.

Ketiganya mendapat putusan lepas dari majelis hakim yang sama pada 19 Maret 2025.

Padahal, jaksa menuntut tiga grup perusahaan sawit tersebut dengan Pasal 2 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Jaksa pun meminta majelis hakim menjatuhkan pidana denda sebesar Rp1 miliar pada tiap grup.

Tak hanya itu, jaksa juga menuntut pidana tambahan atau pembayaran uang pengganti yang merujuk pada kerugian negara yang timbul dari kejahatan tipikor tiap grup yang nilainya mencapai Rp17 triliun -- hal ini yang mungkin membuat khawatir para perusahaan sawit tersebut. Jaksa menuntut Permata Hijau Grup membayar uang pengganti sebesar Rp937,5 miliar; Wilmar Grup sebesar Rp11,8 triliun; dan Musim Mas Grup sebesar Rp4,8 triliun. 

Belakangan diketahui, dua pengacara yaitu Ariyanto dan Marcella menyerahkan uang suap melalui Wahyu Gunawan kepada Arif untuk melepaskan para perusahaan sawit dari jerat hukum. Arif pun kemudian menetapkan majelis hakim yang berisi Djumyanto, Agam, dan Ali. Dia juga memberikan uang suap hingga Rp22 miliar kepada ketiganya.

(azr/frg)

No more pages