Hanya saja, penting dicatat bahwa sentimen pasar masih begitu rapuh diwarnai volatilitas yang tinggi di mana pasar saham di Wall Street kemarin kembali diterpa aksi jual besar-besaran sejurus dengan kenaikan indeks volatilitas (VIX) yang mengukur tingkat kepanikan pasar hingga 21%.
Pasar kembali beralih mengalihkan dana ke instrumen less risky seperti obligasi Pemerintah AS, US Treasury, terutama tenor pendek. Namun, tenor panjang 10Y kembali melonjak naik di mana pagi ini sudah makin mendekati 4,5% lagi bersama tenor 30Y yang mendekati 5%.
Lanskap global yang masih begitu rentan setelah euforia 'meledak' pada Kamis pasca Trump memutuskan menunda kebijakan resiprokal pada hampir 60 negara selama 90 hari, namun melanjutkan pengenaan tarif pada Tiongkok sebesar 145%, potensial 'kempes' dengan cepat terutama bila ada kabar negatif yang menyurutkan kepercayaan diri pasar.
Asing masih keluar
Kerentanan pasar membayangi bursa domestik dengan animo asing yang terus menyusut terutama di saham. Ketika IHSG pada perdagangan Kamis kemarin rebound 5%, asing masih melanjutkan net sell senilai Rp751,4 miliar.
Sehari sebelumnya, asing net sell hingga Rp1,09 triliun dan pada pembukaan pasar setelah libur panjang, asing bahkan hengkang Rp4 triliun dari bursa saham Indonesia.
Di pasar surat utang negara, asing juga membukukan penurunan kepemilikan di SUN dalam lima hari perdagangan beruntun sebelum libur panjang Lebaran. Data terbaru pekan ini belum dirilis oleh Kementerian Keuangan.
Di tengah kerentanan pasar, suara optimistis terdengar. Head of Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengatakan, dalam jangka pendek, fundamental makro global masih sama, sementara kekhawatiran tentang tarif hanya dalam jangka panjang.
Tetapi, stimulus moneter dari AS, Eropa, dan Tiongkok akan segera membanjiri pasar. Sementara dari dalam negeri, dukungan juga tak kalah menarik.
"Akan ada suntikan likuiditas tambahan dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang jatuh tempo senilai Rp403 triliun (USD24 miliar). Diskusi kami baru-baru ini dengan pengelola dana pensiun terbesar di Indonesia BPJamsostek mengonfirmasi bahwa kepemilikan SRBI yang jatuh tempo akan secara bertahap diinvestasikan kembali ke ekuitas — bagian dari komitmen jangka menengah mereka untuk mendukung IHSG," kata Satria dalam catatannya, kemarin.
Dalam pertemuan dengan para menteri keuangan dan pejabat bank sentral di ASEAN, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai penundaan tarif Trump sebagai kesempatan bagi Pemerintah RI untuk membahas dan mencerna solusi terbaik, serta mengurangi risiko tarif terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Situasi terkini yang diperkirakan, sebelum jeda (penerapan tarif AS), dapat mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi antara 0,3% hingga 0,5%, terhadap PDB (produk domestik bruto)," katanya dalam sebuah wawancara dengan Reuters, di sela-sela pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral ASEAN di Malaysia, dikutip Kamis (10/4/2025).
Sri Mulyani mengatakan Indonesia akan menggunakan jeda 90 hari tersebut untuk menghasilkan kerangka kerja sama yang "saling dihormati" oleh negara-negara lain, serta bekerja sama dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk meningkatkan ketahanan kawasan tersebut.
"Kami harus terus bersikap sangat hati-hati. Belanja harus dibuat lebih efisien, tepat sasaran, dan efektif dalam mendukung pertumbuhan di sisi moneter," kata dia.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi melanjutkan tren penguatan di zona hijau menuju area Rp16.750/US$ terdekat sampai Rp16.700/US$, dengan mencermati resistance potensial rupiah pada Rp16.600/US$.
Sementara trendline sebelumnya pada time frame daily, kini menjadi support psikologis potensial pada level Rp16.900/US$. Kemudian, target pelemahan lanjutan untuk kembali ke level Rp17.000/US$.
Selama nilai rupiah bertengger di atas Rp16.700/US$ usai keberhasilan menguat dalam tren jangka menengah (Mid-term), maka masih ada potensi untuk lanjut menguat hingga Rp16.500/US$.
(rui)




























