Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Chief Economist Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian mengatakan rupiah sedang mengalami kondisi overshooting. Hal ini terlihat depresiasi rupiah yang cepat ke level Rp16.600/US$.

Overshooting adalah kondisi di mana mata uang mengalami pelemahan secara cepat, yang jauh lebih cepat daripada perubahan fundamental ekonomi. Biasanya, kondisi tersebut terjadi karena adanya perubahan ekonomi global, seperti pelemahan ekonomi global, yang belum terefleksikan di perekonomian domestik.

"Kalau dilihat-lihat depresiasi cepat seperti ini sangat sering terjadi. Baik di tahun 2013, 2015, 2018, 2020 dan 2022. Dan seperti Kondisi lainnya, saya melihat kondisi pelemahan rupiah yang cepat ini sebagai overshooting," kata Fakhrul dalam keterangannya, Selasa (25/3/2025).

Fakhrul menjelaskan, pelemahan mata uang yang tajam dalam jangka pendek menjadi bantalan perekonomian untuk menghadapi shock tersebut. Katanya, Indonesia sendiri dikarenakan akan mengalami pelebaran defisit neraca berjalan di tengah pelemahan prospek ekspor global, overshooting mata uang ini lumrah terjadi.

Karyawan menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di Jakarta, Jumat (11/10/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

"Perhitungan tim kami melihat potensi overshooting mata uang ini akan sampai di Rp16.800, tapi tidak akan membawa goncangan yang signifikan untuk perekonomian domestik. Karena sebagian besar kewajiban debitur kakap Indonesia saat ini sudah dalam denominasi rupiah, bukan lagi US dollar seperti di tahun 90-an," jelasnya.

Namun, ia tetap mengingatkan agar menjadi wake up call bahwa Indonesia untuk mengeluarkan komunikasi kebijakan yang tepat dari pemerintah. Fakhrul melanjutkan, hal ini tentunya juga akan menunda prospek penurunan suku bunga Bank Indonesia.

"Karena BI menempatkan stabilitas mata uang sebagai salah satu faktor penting. Kami memandang, sebagai komplementer dari Kebijakan DHE, Kementerian Keuangan sebaiknya juga mempertimbangkan untuk menerbitkan Global Bond lebih banyak," sebutnya.

"Dalam rangka menjadi bantalan untuk memenuhi kebutuhan asset dollar dalam negeri serta meningkatkan FX reserve untuk meminimalkan volatilitas," tambahnya.

Menurutnya, APBN bisa menjadi shock absorber yang baik untuk menghadapi volatilitas pasar. Mengingat, outlook dari suku bunga the fed juga akan turun kedepannya.

"Selain itu, supaya fase overshooting ini bisa kita hadapi dengan baik. Komunikasi kebijakan dari sisi moneter dan fiskal diperlukan. Karena untuk kembali ke pasar obligasi kita, investor asing membutuhkan guidance yang jelas terkait prospek kebijakan di masa yang akan datang," pungkasnya.

(mef/roy)

No more pages