Bloomberg Technoz, Jakarta - Pengesahan UU TNI yang memberi keleluasaan lebih besar bagi militer untuk berkiprah di ranah sipil, menuai protes keras dari elemen masyarakat sipil, aktivis, juga para mahasiswa.
Pengesahan beleid itu dinilai menandai langkah mundur Indonesia kembali ke era sebelum Reformasi 1998 ketika Dwifungsi ABRI menjadi salah satu penyokong utama kekuasaan Orde Baru di bawah Soeharto selama lebih dari tiga dekade.
Pasar merespon negatif perkembangan politik terkini. Sehari setelah undang-undang kontroversial itu disahkan, pasar saham ambles sampai lebih dari 2%. Rupiah melemah dan harga surat utang negara juga tertekan.
Analis menilai, reaksi pasar negatif tersebut mencerminkan pendekatan hati-hati para investor melihat potensi pergeseran trajektori demokrasi Indonesia dan struktur pemerintahan, menurut Mohit Mirpuri, Senior Partner di SGMC Capital Pte Ltd, dilansir dari Bloomberg News.
Bank investasi asal AS, Citigroup, menyoroti hal senada. "Kami percaya hal ini [kontroversi RUU TNI dan protes sipil] bisa memicu ketidakpastian di pasar Indonesia," kata Ferry Wong, Analis Citigroup.
Aksi unjuk rasa penentangan RUU TNI menurut Citigroup mengingatkan pada demonstrasi pada Agustus lalu ketika publik menentang upaya DPR yang hendak merevisi RUU Pemilihan Kepala Daerah.
Citigroup menilai, kepastian implementasi reformasi secara transparan akan menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan publik dan mendukung kerangka demokrasi Indonesia.

IHSG pada penutupan sesi pertama perdagangan hari ini ditutup melemah 2,14% akibat aksi jual terhadap saham-saham penyokong indeks, seperti BBCA, BMRI, BBRI, BREN, hingga BYAN dan AMRT.
Asing telah membukukan posisi jual bersih di saham selama enam hari perdagangan beruntun. Sepekan ini, investor asing sudah mencatat net sell senilai US$ 289,8 juta atau sekitar Rp4,7 triliun.
Selama 2025, asing sudah keluar dari saham RI senilai US$ 1,88 miliar atau setara dengan Rp31,09 triliun year-to-date. Salah satu yang terbesar, mengalahkan Filipina, Vietnam juga Thailand yang mencatat nilai nett sell asing lebih kecil.
Sementara di pasar surat utang, asing mencetak net sell selama enam hari beruntun sebelum akhirnya kembali memborong SBN senilai Rp7,5 triliun pada perdagangan Kamis kemarin di tengah yield yang sudah menapak tinggi di atas 7% untuk tenor acuan 10 tahun.
Adapun rupiah cenderung tertekan hari ini dan menyentuh level Rp16.505/US$, melemah terdalam ketiga di ASEAN setelah baht dan peso.
(rui)