Dia mengklaim, pembangunan smelter dalam tahap awal, baru akan menghasilkan atau profit dalam tempo dua atau tiga tahun. Oleh karena itu, pelaku usaha berharap kondisi itu tidak dipersulit dengan adanya tambahan beban kenaikan royalti yang akan memperberat arus kas.
Senada dengan IMA, Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) juga mengusulkan penundaan pemberlakuan kenaikan royalti nikel. Hal ini tidak terlepas dari harga jual nikel di pasar internasional yang juga sedang jatuh ke titik terendah sejak 2020.
Ketua Umum FINI, Alexander Barus mengungkapkan FINI sejatinya berkomitmen untuk menyukseskan hilirisasi nikel dan turunannya. Akan tetapi, saat ini sejumlah tantangan berat tengah dihadapi seperti harga nikel yang sedang jatuh ditambah tantangan berat akibat perang dagang Cina-Amerika.
"Untuk menjaga iklim investasi dan daya saing produk hilirisasi nikel Indonesia di tengah situasi dunia yang tidak menentu, kami mengusulkan agar kenaikan royalti tidak dilakukan pada saat ini," ujar dia.
Sebagai mitra pemerintah, kata Alexander, FINI siap berdiskusi dengan seluruh pemangku kepentingan guna mendukung industri nikel tetap eksis.
Dalam paparan Konsultasi Publik Usulan Penyesuaian Jenis dan Tarif PNBP SDA Minerba yang digelar Sabtu (8/3/2025), Kementerian ESDM mengusulkan sejumlah komoditas minerba mengalami kenaikan di antaranya sebagai berikut:
1. Batu bara
Tarif royalti diusulkan naik 1% untuk harga batu bara acuan (HBA) ≥ US$90/ton sampai tarif maksimum 13,5%. Sementara tarif izin usaha pertambangan khusus (IUPK) 14%—28% dengan perubahan rentang tarif (revisi PP No. 15/2022). Semula tarif progresif menyesuaikan HBA, sementara tarif PNBP IUPK sebesar 14%—28%.
2. Nikel
Pemerintah mengusulkan tarif progresif naik mulai 14%—19% menyesuaikan harga mineral acuan (HMA). Sebelumnya berlaku single tariff bijih nikel hanya sebesar 10%.
3. Nickel matte
Tarif progresif diusulkan naik 4,5%—6,5% menyesuaikan HMA sementara windfall profit dihapus. Sebelumnya berlaku single tariff 2% dan windfall profit bertambah 1%.
4. Feronikel
Tarif progresif akan naik mulai 5%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 2%.
5. Nickel pig iron
Tarif progresif naik mulai 5%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff sebesar 5%.
6. Bijih tembaga
Tarif progresif akan naik mulai 10%—17% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 5%.
7. Konsentrat tembaga
Tarif progresif akan naik mulai 7%—10% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 4%.
8. Katoda tembaga
Tarif progresif akan mulai 4%—7% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku single tariff hanya sebesar 4%.
9. Emas
Tarif progresif akan naik 7%—16% menyesuaikan HMA. Sebelumnya berlaku tarif progresif mulai 3,75%—10% menyesuaikan HMA.
10. Perak
Tarif royalti akan naik sebesar 5% dari sebelumnya 3,25%.
11. Platina
Tarif royalti akan naik 3,75% dari sebelumnya hanya 2%.
12. Logam timah
Tarif royalti naik mulai 3%—10% menyesuaikan harga jual timah dari sebelumnya single tariff sebesar 3%.
(mfd/frg)






























