Logo Bloomberg Technoz

Program ini merupakan program lanjutan dari program sebelumnya, Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR). Perbedaan keduanya terletak pada kemasan. Jika MGCR dibungkus plastik tipis dan mudah bocor, Minyakita dibungkus plastik yang lebih kuat dan rapi.

Pada saat itu, peluncurkan MinyaKita juga ditujukan untuk memudahkan masyarakat dalam membeli minyak goreng dengan harga terjangkau. Kemendag mengatur harga eceran tertinggi saat itu sebesar Rp14.000/liter.

Peluncuran MinyaKita juga menjadi upaya pemerintah dalam mendistribusikan minyak goreng hasil alokasi pasar dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) melalui kemasan sederhana.

"Ini untuk memastikan tepat sasaran, mengurangi potensi penyalahgunaan atau penyelewengan oleh pihak yang dapat merugikan masyarakat," ujar Zulhas, sapaan akrabnya, saat itu.

Namun, seiring berjalannya waktu, program MinyaKita tersebut masih belum efektif dan masih menemui sejumlah masalah, mulai dari distribusi yang menyebabkan kenaikan harga menjadi tak sesuai HET.

Ubah Skema DMO 

Program tersebut juga membuat Kemendag mengubah kebijakan DMO melalui penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 18/2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat.

Beleid itu mengatur skema DMO kepada eksportir minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) untuk memenuhi bahan baku minyak goreng rakyat (MGR), dari yang semula ditujukan bagi migor curah (MCGR) menjadi untuk Minyakita.

Sekadar catatan, DMO sawit adalah kebijakan pemerintah yang mewajibkan eksportir minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng rakyat dan bahan bakunya di dalam negeri. 

Selain itu, aturan tersebut juga mengubah hak ekspor terdapat faktor pengali bagi pelaku usaha yang mendistribusikan MinyaKita, dengan ketentuan sebanyak 2 untuk kemasan bantal dan 2,25 untuk kemasan selain bantal. 

Faktor hak ekspor pengali tersebut ditentukan berdasarkan masing-masing wilayah regional Indonesia.

Naik Jadi Rp15.700

Aturan tersebut juga resmi menaikkan HET MinyaKita dari semula sebesar Rp14.000/liter menjadi Rp15.700/liter, yang resmi berlaku pada Agustus 2024 lalu.

Namun lagi-lagi faktanya, para distributor di lapangan masih kerap menjual harga di atas HET, yang juga mencapai lebih dari Rp17 ribu atau naik sekitar 10% dari harga yang ditentukan pemerintah.

Menteri Perdagangan Budi Santoso menjelaskan ihwal naiknya harga minyak goreng di pasar, yang telah melebihi ketentuan harga eceran tertinggi pemerintah (HET) belakangan ini.

Menurut Budi, penyebab kenaikan harga minyak goreng rakyat karena adanya kecurangan yang dilakukan oleh para distributor dalam rantai distribusi yang berlebihan serta tak memenuhi ketentuan.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan saat peluncuran minyak goreng rakyat Minyakita pada 6 Juli 2022./dok. Biro Humas Kemendag

"Seharusnya distribusi Minyakita itu dari produsen kemudian ke distributor tingkat 1 [D1], kemudian ke distributor tingkat 2 [D2], dan baru ke pengecer. Namun, di lapangan banyak terjadi transaksi dari pengecer ke pengecer," ujar Budi dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR, November tahun lalu.

Takaran Tak Sesuai

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian kembali menemukan kemasan MinyaKita yang tak sesuai takaran, yang hingga kini masih beredar luas di masyarakat.

Itu ditemukan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman saat melakukan melakukan inspeksi mendadak atau sidak ketersediaan bahan pangan pokok di kawasan Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (8/3/2025) lalu.

"Kami temukan pelanggaran serius pada minyak goreng kemasan Minyakita. Minyak yang seharusnya berisi 1 liter, ternyata hanya 750–800 mililiter," ujar Amran dalam unggahan di media sosial resminya, dikutip Senin (10/3/2025).

Selain takaran yang tak sesuai, Mentan juga menemukan fakta bahwa harga MinyaKita juga di juaL masih di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditentukan oleh pemerintah.

Meskipun di kemasan tertulis di jual dengan harga Rp15.700/liter (berdasarkan ketentuan pemerintah) namun, minyak tersebut dijual dengan harga Rp18.000/liter.

"Ini merugikan rakyat Indonesia, merugikan masyarakat yang sedang melaksanakan ibadah puasa, dan di luar itu. Ini tidak boleh terjadi," ujar Amran.

Oleh karena, Amran pun meminta kepolisian dengan Satgas Pangan untuk turun tangan memeriksa sejumlah perusahaan yang memproduksi minyak tersebut.

Jika terbukti, dia tak segan untuk meminta perusahaan itu untuk menutup dan dilakukan proses hukum pidana yang berlaku. 

Tiga Perusahaan

Amran juga mengungkap terdapat tiga perusahaan yang terbukti menjadi produsen kemasan MinyaKita tersebut.

Ketiga perusahaan tersebut yakni PT Artha Eka Global Asia, Koperasi Produsen UMKM Koperasi Terpadu Nusantara (KTN), dan juga PT Tunasagro Indolestari.

Dia mengancam akan menutup dan meminta Satgas Pangan dan Bareskrim Polri segera bertindak untuk menegakkan aturan. 

Dia juga memastikan pihak kepolisian akan segera menindaklanjuti temuan ini sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

"Saya sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim dan Satgas Pangan. Jika terbukti ada pelanggaran, perusahaan ini harus ditutup dan izinnya dicabut."

(ain)

No more pages