Dalam kaitan itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno menyebut sejatinya izin ekspor konsentrat tembaga sesuai Undang-undang No.3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) berlaku hanya tiga tahun, sebelum dilarang pada Juni 2023.
Akan tetapi, saat itu terjadi Covid 19 sehingga relaksasi ekspor konsentrat tembaga masih diberikan hingga Desember 2024, dengan syarat produsen konsentrat terus melanjutkan progres pembangunan smelter katodanya.
Freeport sendiri telah berhasil menyelesaikan pembangunan smelter katoda senilai Rp56 triliun miliknya pada tahun lalu dan diresmikan oleh Presiden ke-7 Joko Widodo pada 23 September 2024.
Namun, dalam perkembangannya, smelter katoda Freeport di Manyar, Gresik, Jawa Timur terbakar pada 14 Oktober 2024 yang membuat kegiatan produksi perseroan tersendat. Pemerintah lantas kembali memberikan izin ekspor konsentrat kepada Freeport pada 2025 karena kondisi kahar tersebut.
Tri menyebut ketentuan keadaan kahar tersebut harus bisa dibuktikan dengan adanya keterangan dari pihak kepolisian dan asuransi yang menjamin hingga 100% terhadap kebakaran tersebut. Dengan demikian, pemerintah hanya memberikan izin ekspor konsentrat pada 2025 kepada Freeport saja.
“Nah, yang lain [smelter Amman] kira-kira bisa memenuhi enggak [kriteria] itu? Itu saja misalnya,” kata Tri ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (7/3/2025).
Tri menuturkan hingga kini Amman belum secara resmi mengajukan izin ekspor konsentrat tembaga secara langsung kepada Kementerian ESDM. “Kalau yang Newmont [Amman] kayaknya enggak,” tuturnya.
Namun, Amman sebelumnya mengeklaim telah mengajukan perpanjangan ekspor konsentrat tembaga. Permintaan perpanjangan izin ekspor tembaga dari Amman disampaikan langsung oleh Presiden Direktur PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) Mineral Rachmat Makkasau dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (19/2/2025).
Rachmat mengatakan proses commissioning pada smelter katoda Amman berjalan lambat lantaran perseroan harus melakukan berbagai upaya untuk memastikan tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Apalagi, smelter merupakan teknologi baru bagi Amman yang memang sangat berbeda dengan kemampuan perusahaan sebagai penambang.
“Dengan itu, kami juga berharap dapat diberikan fleksibilitas untuk melakukan ekspor mengingat banyaknya ketidakpastian dalam proses commissioning ini," ujarnya.
Dia menjelaskan, smelter yang dibangun oleh Amman baru mencapai kapasitas operasi sekitar 48%. Smelter yang berlokasi di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat itu memiliki kapasitas pengolahan 900.000 ton konsentrat tembaga per tahun, dengan target produksi 220.000 ton katoda tembaga.
(ain)































