Logo Bloomberg Technoz

“Masyarakat tidak perlu khawatir, masyarakat tidak perlu cemas bahwa produk yang berada di SPBU Pertamina sudah sesuai dengan standar spesifikasi teknis. Kami akan terus memperbaiki diri, kami juga akan terus berusaha,” ujarnya.

Dia tidak menampik belakangan ini banyak mendapatkan pertanyaan dari masyarakat terkait dengan kualitas Pertamax. 

"Untuk itu kami juga kembali meyakinkan kepada masyarakat, antara lain ada yang bertanya; 'Apakah kami memberi Pertalite di jalur Pertamax? Apakah itu diisi oleh Pertalite? Sebaliknya, kami membeli Pertamax, apakah itu diisi Pertamax bukan diisi Pertalite?' Sekali lagi pada kesempatan ini kami menyampaikan bahwa semua prosedur tata kelola pelayanan di masyarakat sudah sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku," tegas Simon.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Lemigas Mustafid Gunawan juga mengonfirmasi apa yang disampaikan oleh Simon.

“Kami melakukan pengujian BBM berdasarkan sebagai bagian dari pengawasan mutu BBM oleh Ditjen Migas, spesifikasinya memenuhi sesuai ketentuan yang ditetapkan di pemerintah di Ditjen Migas,” ujarnya.

Perwakilan PT Surveyor Indonesia sebagai surveyor independen juga diundang oleh Pertamina untuk melakukan uji sampel terhadap tiga parameter terkait dengan densitas, temperatur, dan warna untuk Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Turbo di dua SPBU.

Hasil pengujian yang dilaksanakan terhadap 3 parameter tersebut diklaim masih dalam rentang batasan mutu sesuai dengan peraturan Ditjen Migas erkait No. 0486 dan No 110.

Riuh dugaan BBM Pertamina—khususnya Pertamax — yang tidak sesuai standar menyeruak di sela penyidikan Kejaksaan Agung terhadap kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di lingkungan subholding Pertamina pada rentang 2018—2023.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar sebelumnya mengklarifikasi dugaan Pertamax RON 92 yang tidak sesuai spesifikasi tersebut merupakan fakta hukum yang ditemukan tim penyidik Kejagung hanya pada periode 2018—2023, bukan sampai dengan saat ini atau 2025.

“Terkait dengan ada isu oplosan, blending [bahan bakar minyak/BBM Pertamina], dan lain sebagainya; jadi penegasan yang pertama, saya sampaikan bahwa penyidikan ini kan dilakukan dalam tempo 2018—2023. Artinya ini sudah 2 tahun yang lalu,” ujarnya kepada awak media, Rabu (26/2/2025) pagi.

“Benar bahwa ada fakta hukum yang diperoleh penyidik bahwa PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembayaran dengan nilai RON 92, padahal di dalam kontrak, itu di bawah RON 92. Katakanlah RON 88. Artinya, barang yang datang tidak sesuai dengan price list yang dibayar.”

Namun, temuan fakta hukum ihwal RON BBM Pertamina tersebut sudah selesai dua tahun lalu. Dengan kata lain, produk Pertamax yang bermasalah sudah habis terserap atau terkonsumsi oleh masyarakat pada periode tersebut.

Bukan berarti, ujar Harli, Pertamax dengan RON tidak sesuai ketentuan yang dipersoalkan oleh Kejagung tersebut masih beredar hingga saat ini.

“Fakta hukumnya ini pada 2018—2023, dan ini sudah selesai. Minyak ini barang habis pakai. Jadi kalau dikatakan stok 2023 itu enggak ada lagi. Ya kan,” ujarnya.

(wdh)

No more pages