Tarif baru China yang berlaku mulai 10 Maret ini muncul di tengah kebijakan AS yang juga mengenakan tarif terhadap Meksiko dan Kanada. Trump bahkan mengancam akan memperluas kebijakan tarifnya ke Uni Eropa dan negara lainnya, yang semakin meningkatkan ketidakpastian ekonomi global.
"Tarif yang ditargetkan pada sektor pertanian AS bisa menjadi upaya China untuk memengaruhi opini publik Amerika terhadap perang dagang yang digencarkan Trump," kata Chang Shu dan David Qu dari Bloomberg Economics. "Respons China yang relatif moderat terhadap tarif terbaru AS menunjukkan bahwa mereka masih berusaha membawa AS ke meja perundingan."
Dampak kebijakan ini terhadap pasar keuangan masih terbatas—saham China justru sempat naik dalam perdagangan harian. Namun, menjelang tenggat waktu, saham-saham AS mengalami penurunan terbesar sepanjang tahun ini, sementara imbal hasil obligasi Treasury AS turun ke level terendah dalam empat bulan, dan harga minyak jatuh ke posisi terendah dalam tiga bulan. Nilai tukar yuan tetap stabil.
Langkah perdagangan terbaru ini terjadi sehari sebelum Xi menghadiri pertemuan politik terbesar tahun ini di China, di mana para pejabat akan mengumumkan cetak biru ekonomi untuk 2025. Pemerintah diperkirakan akan meningkatkan konsumsi domestik guna mengimbangi potensi kerugian dari ekspor, yang menyumbang hampir sepertiga dari pertumbuhan ekonomi China tahun lalu.
"Saya rasa dua respons paling penting masih belum muncul: bagaimana bank sentral China (PBOC) akan merespons dari sisi mata uang, dan paket fiskal yang akan diumumkan dalam Kongres Rakyat Nasional," kata Christopher Beddor, Wakil Direktur Riset China di Gavekal Dragonomics, Hong Kong. "Kita akan segera melihat seberapa agresif pemerintah China akan menggunakan stimulus fiskal dan moneter untuk mengimbangi dampak tarif AS yang semakin besar."
Sektor Pertanian Jadi Sasaran Balasan China
China membalas tarif baru AS dengan kombinasi kebijakan tarif dan tindakan lain, memanfaatkan berbagai instrumen kebijakan yang telah dikembangkan sejak perang dagang pertama.
Beijing akan mengenakan tarif 15% terhadap produk makanan dan pertanian AS seperti ayam dan kapas, sementara kedelai, daging sapi, dan buah-buahan akan dikenai tarif 10%, menurut pengumuman Kementerian Keuangan China.
Kebijakan ini menargetkan beberapa ekspor pertanian AS yang paling penting bagi China, tepat ketika petani Amerika bersiap untuk musim tanam mendatang.
Dari semua produk yang terdampak, kedelai menjadi perhatian utama. Hampir setengah dari ekspor kedelai AS tahun lalu dikirim ke China, dan kebijakan ini langsung membuat harga kontrak berjangka kedelai turun sekitar 0,6% di Chicago.
Selain tarif, Kementerian Perdagangan China juga memasukkan 10 perusahaan Amerika—yang sebagian besar bergerak di sektor pertahanan—ke dalam daftar entitas yang "tidak dapat diandalkan". Sebanyak 15 perusahaan lainnya, termasuk General Dynamics Land Systems dan Skydio Inc, juga masuk dalam daftar kontrol ekspor.
Meski perusahaan-perusahaan ini mungkin tidak banyak berbisnis di pasar China, pembatasan ini akan mempersulit mereka mendapatkan komponen atau produk buatan China yang krusial untuk produksi barang seperti drone. Beberapa perusahaan tersebut sebelumnya juga sudah terkena sanksi dari China.
China juga melarang impor mesin sekuensing gen dari Illumina Inc, perusahaan yang sebelumnya masuk dalam daftar entitas yang tidak dapat diandalkan bersama pemilik merek Calvin Klein, PVH Corp, pada Februari lalu.
Pemerintah China mengumumkan tindakan balasan ini hanya beberapa jam setelah Trump menandatangani perintah eksekutif untuk menaikkan tarif, dengan alasan bahwa China tidak cukup bertindak untuk menghentikan peredaran fentanil ilegal ke AS. Namun, pada Selasa (04/03/2025) malam, Beijing merilis laporan resmi yang menyatakan bahwa mereka memiliki pengawasan ketat terhadap produksi dan ekspor obat tersebut beserta bahan bakunya.
Hingga kini, respons China terhadap perang dagang terbaru masih jauh lebih moderat dibandingkan eskalasi besar yang terjadi pada 2018–2019.
Pada periode tersebut, Beijing mengenakan tarif tinggi terhadap produk pertanian utama AS, yang menyebabkan ekspor kedelai Amerika ke China anjlok hampir 80% dalam dua tahun, dengan Brasil mengambil alih sebagian besar pangsa pasar tersebut. Bank sentral China juga membiarkan yuan melemah 11,5% selama periode itu untuk mengurangi dampak tarif AS, yang kemudian memicu tuduhan manipulasi mata uang dari Washington.
Langkah-langkah yang diambil oleh kedua negara kemungkinan bukan yang terakhir. AS telah mengumumkan rencana untuk mengenakan tarif terhadap seluruh impor logam mulai pekan depan dan akan mengambil langkah lebih lanjut pada April guna menekan defisit perdagangan.
"Kebijakan China masih tergolong terkendali untuk saat ini," kata Lynn Song, Kepala Ekonom untuk China di ING Bank. "Retaliasi ini menunjukkan bahwa China masih bersabar dan belum mengambil langkah drastis, meskipun eskalasi terbaru dari AS terus berlanjut."
(bbn)































