"Ini menunjukkan tekanan harga di luar energi dan pangan masih cukup tinggi," ujar dia.
Pasar tenaga kerja tetap kuat dan kebijakan moneter cenderung netral. Dengan bank sentral AS Federal Reserve diperkirakan hanya akan memangkas suku bunga acuan satu kali hingga maksimal dua kali pada 2025.
Dari sisi geopolitik, upaya penyelesaian konflik di Ukraina belum menemukan titik terang, sekalipun sudah dilakukan berbagai pertemuan di tingkat internasional.
"Bahkan pertemuan terakhir antara Presiden AS dan Presiden Ukraika terlihat jelas bahwa tidak tercapai kesepakatan," tutur Mahendra.
Selain itu, rencana penerapatan tarif baru AS terhadap negara mitra dagang utamanya tampak semakin pasti akan diterapkan. "Tentu akan meningkatkan ketidakpastian di ekonomi perdagangan global," tegas Mahendra.
Di China, pertumbuhan ekonomi cenderung bertahan. Dengan inflasi IHK tercatat masih rendah sebesar 0,5% dan indek harga produsen mengalami konstraksi.
PMI masih di zona ekspansi, namun turun menjadi 50,1, di bawah ekspetasi pasar. Sementara itu, bank sentral China mempertahankan suku bunga acuan. Ini menujukkan pendekatan hati-hati dalam pelonggaran kebijakan moneternya.
"Tiongkok juga memperketat regulasi ekspor yang juga dapat berdampak pada perkembangan industri teknologi global," tandas dia.
(lav)






























