Logo Bloomberg Technoz

Jika digunakan selama 10 tahun, menurutnya, berarti terdapat biaya kemahalan yang harus ditanggung sekitar Rp50 triliun—Rp60 triliun. “Kalau kita konversi menjadi 10 GW, itu berarti 10 kali Rp60 triliun untuk 10 tahun. Rp600 triliun. Itu selisih harga.”

Dia mengumpamakan, jika Indonesia beralih dari PLTU batu bara ke pembangkit gas, negara ini membutuhkan sekitar 20—25 kargo gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) untuk setiap 1 GW kapasitas pemangkitnya.

“Bayangkan kalau 10 GW, berarti tiap tahun kita butuh 250 kargo. Pertanyaan saya, kita memilih yang mana? Memilih gas atau memilih batu bara? Sudah harganya lebih mahal, gas kita kita pakai untuk bakar saja,” ujar Bahlil.

“Saya lebih memilih untuk tetap komitmen pada energi bersih dengan kita blending antara batu bara, gas, dan EBT yang lain, tetapi masyarakat tidak dikorbankan dengan harga yang mahal, dan negara tidak dibebani dengan subsidi. Terserah apa kata orang, tetapi saya harus berpikir tentang rakyat dan negara saya.”

Rencana pensiun dini PLTU Cirebon-1./dok. Kementerian ESDM

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto pernah mengumumkan rencana penutupan seluruh PLTU berbasis batu bara dalam 15 tahun pada KTT G-20 November tahun lalu di Brasil.

Pernyataan itu sempat disambut dengan antusias oleh dunia. Apalagi, Prabowo juga berjanji akan mengembangkan pembangkit EBT berkapasitas 75 GW.

Namun, belakangan, Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo menarik pernyataan kakak kandungnya itu.

"Waktu itu saya disalahkutipkan oleh media seolah-olah pemerintah Prabowo-Gibran akan menutup semua tenaga listrik batu bara atau tenaga uap mulai 2040, itu tidak benar. Itu salah kutip, kita tidak mau bunuh diri secara ekonomi. Kalau kita tutup pusat tenaga listrik tenaga uap, ekonomi kita nanti akan hancur. Maka nanti itu berimbang," kata Hashim dalam kegiatan ESG Sustainability Forum 2025.

Hashim menjelaskan setelah 2040 nantinya pemerintah tidak akan membangun PLTU baru, sesuai dengan komitmen transisi energi yang lebih ramah lingkungan.

Dia juga menegaskan tidak ada satu pun negara di dunia yang sepenuhnya menutup PLTU. Hasyim merujuk pada pengalaman Jerman yang menutup pembangkit tenaga nuklir dan kini menghadapi stagnasi ekonomi akibat krisis energi.

"Jerman sekarang merasakan dampak negatif dari penutupan dari tenaga nuklir, karena Perang Ukraina, impor gas yang murah dari Rusia terpaksa ditutup, sekarang Jerman mengalami stagnasi ekonomi, itu sudah sangat mencolok. Indonesia tidak mau mengulangi pengalaman pahit yang dialami oleh negara-negara lain," tegas Hashim.

(wdh)

No more pages