Sementara itu, untuk sektor ketenagalistirkan, pemerintah menetapkan harga gas murah maksimal sebesar US$7/MMbtu, sejalan dengan harga gas dunia yang kian mahal.
"[HGBT] 2025 sudah diputuskan dalam ratas, karena harga gas bumi lagi naik, maka HGBT untuk listrik maksimal US$7/MMbtu. Untuk bahan baku industri, maksimal US$6,5. Akan tetapi, tidak berlaku untuk bahan baku hilirisasi yang untuk ekspor," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/2/225).
Saat ini, kata dia, kebijakan HGBT yang telah beralan juga setidaknya telah menggerus penerimaan negara sekitar Rp87 trliun dalam kurun 2020—2024.
"Karena [kebijakan] HGBT itu, ada pendapatan negara yang harus diterima, tetapi tidak dipungut dalam rangka menciptakan nilai tambah," kata dia. "Jadi HGBT itu bukan berarti negara tidak kasih duit, itu ada potensi [pendapatan negara] yang enggak dipungut."
Kebijakan HGBT sedianya tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No. 91/2023. Lalu, Peraturan Presiden (Perpres) No. 121/2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Program tersebut berakhir pada 31 Desember 2024.
Dalam beleid itu, HGBT ditentukan serendah US$6/MMBtu untuk tujuh sektor industri yang mencakup industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Meski sudah diumumkan harganya, Kementerian ESDM hingga kini masih belum menerbitkan Kepmen baru pengganti aturan 2024 tersebut.
(mfd/roy)
































