Logo Bloomberg Technoz

Harga Gas Melon yang sewajarnya Rp18.000—Rp19.000 per tabung, bisa dijual di atas Rp23.000 per tabung di pengecer. Dia juga menuding banyak pengecer yang mengoplos LPG 3 Kg untuk dijual ke industri, yang nyata-nyata tidak layak menerima komoditas bersubsidi.

Permasalahannya, serta-merta melarang pengecer untuk menjual LPG 3 Kg tidak bisa begitu saja membuat subsidi lebih tepat sasaran. Bahlil dinilai mengabaikan mitigasi risiko, serta akar persoalan yang membuat aliran subsidi energi di Indonesia selalu karut-marut.

Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Ardhi Wardhana mengatakan pokok problema ketidaktepatan sasaran subsidi energi—termasuk LPG — sebenarnya terletak pada sinkronisasi data dan metode distribusi, bukan soal penjualan yang harus melalui pangkalan atau tidak.

“Kalau tujuannya mau membuat subsidi tepat sasaran dan supaya harga tidak dimainkan, pembatasan ini kurang efektif,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (5/2/2025).

Ardhi mengatakan tujuan Bahlil hanya membolehkan penjualan LPG 3 Kg di pangkalan adalah untuk meningkatkan kendali atas suplai. Asumsinya, pangkalan yang terdaftar resmi di Pertamina dapat menyeleksi pembeli yang sesuai dengan kriteria penerima subsidi.

Permasalahan tepat sasaran padahal lebih berkaitan langsung dengan isu data dan metode distribusi, bukan lokasi penjualan. “Jika data siapa yang berhak menerima tepat, maka pembeli yang mendapatkan akses beli pun akan tepat,” tutur Ardhi.

Selain itu, jika teknik distribusi yang digunakan mampu menyeleksi pembeli secara ketat—seperti penggunaan dedicated barcode yang menunjukkan kelayakan sebagai penerima subsidi — maka hanya konsumen yang sangat selektif dan sesuai data yang dapat membeli LPG 3 Kg.

Ardhi memandang ada kemungkinan pangkalan Pertamina bisa membantu untuk menjadi titik-titik yang mudah dikontrol dalam persebaran LPG 3 Kg. Namun, perlu diingat, sumber daya pangkalan juga terbatas.

“Hal ini yang tidak dipertimbangkan [Bahlil], sehingga saat konsumen yang makin banyak datang ke satu pangkalan dalam satu waktu, antrean panjang tidak terelakkan,” ungkapnya. 

Warga mengantre untuk mendapatkan LPG 3 kg di Cibodas, Kota Tangerang, Banten, Senin (3/2/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Tak Terencana

Dalam kaitan itu, menurut Ardhi, dampak pembatasan yang tidak direncanakan dengan baik seperti ini menyebabkan terganggunya rantai pasok LPG bersubsidi kepada konsumen. Hal ini dapat dilihat dari mengularnya antrean di titik-titik distribusi.

Kemudian, terjadi juga potensi menurunnya pendapatan dari pengecer karena tidak bisa lagi menjual LPG 3 Kg.

“Potensi penyelewengan [arbitrage] seperti pengoplosan dan penimbunan [yang dikhawatirkan Bahlil] tetap akan terjadi melalui strategi pembatasan,” ucap Ardhi.

Bahlil sebelumnya mengungkapkan bahwa sebanyak 370.000 pengecer yang terdaftar di aplikasi Pertamina otomatis naik status menjadi sub-pangkalan. Mereka sudah dibolehkan kembali menjual LPG 3 Kg setelah sempat dilarang sejak 1 Februari 2025.

Dengan mengubah pengecer menjadi sub-pangkalan, Bahlil yakin pemerintah akan lebih mudah mengendalikan peredaran dan harga pasaran LPG 3 Kg lantaran sistemnya terpantau melalui Pertamina.

Dia juga menggarisbawahi pengecer tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun untuk bisa naik tingkat menjadi sub-pangkalan demi bisa menjual LPG 3 Kg.

“Saya menyadari bahwa ini kan barang baru. Pasti ada penyesuaian. Nanti sambil kita melihat perkembangan beberapa waktu ke depan, sudah pasti kita akan melakukan asistensi,” ujarnya.

“Akan tetapi, penataan ini penting kami lakukan sebagai bentuk cinta kami kepada rakyat agar uang negara yang disubsidi itu betul-betul tepat sasaran. Jangan ditikung di belakang.”

Diketahui, Bahlil baru saja bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto kemarin usai karut-marut distribusi LPG 3 Kg bersubsidi, yang merupakan buntut kebijakan larang jual di pengecer sejak 1 Februari 2025.

Bahlil mengatakan Presiden menitahkan agar seluruh program subsidi tepat sasaran dapat dikelola dengan lebih baik, tanpa mengorbankan apa yang menjadi kebutuhan rakyat, termasuk soal LPG. 

“Jadi [rakyat] harus dapat [LPG]. Jangan jauh-jauh, kata Bapak Presiden. Makanya kita ubah dari yang tadinya belinya di pangkalan, sekarang kita aktifkan pengecer dengan mengubah nama menjadi sub-pangkalan, dengan kita memberikan fasilitas teknologi.”

(wdh)

No more pages