“Kenaikan harga ini memang berdampak pada naiknya biaya produksi di kilang Indonesia,” tutur Ardhi.
Terlepas dari gejolak harga tersebut yang bersifat eksogen atau faktor luar, Ardhi menilai kilang minyak Indonesia memang membutuhkan banyak perbaikan karena telah beberapa kali mengalami kerugian akibat kecelakaan kerja dan rendahnya produktivitas.
Mengingat sejak 2021-2024 terjadi beberapa kali kebakaran di berbagai fasilitas di Indonesia. Di antaranya insiden kebakaran yang terjadi di Crude Distillation Unit (CDU) IV Balikpapan pada Mei 2024 milik anak usaha PT Pertamina, yakni PT Kilang Pertamina Internasional.
“Penting bagi kita memang untuk mengantisipasi faktor luar akibat sanksi AS ke Rusia atau faktor-faktor lain seperti perang, bencana alam, dan lainnya dengan cara memastikan rantai ketahanan rantai pasok melalui diversifikasi supplier,” ujarnya.
Analisis Goldman
Goldman Sachs Group Inc baru-baru ini menyatakan sanksi AS terhadap industri minyak Rusia sepertinya tidak akan mengakibatkan "pukulan besar" terhadap produksi minyak. Penyebabnya, tarif angkutan yang lebih tinggi dan harga minyak mentah Rusia yang murah justru mendukung perdagangan minyak Negeri Beruang Merah.
Para analis, termasuk Callum Bruce, dalam catatan tertanggal 24 Januari, menyebut peningkatan biaya pengangkutan telah mendorong kapal-kapal yang tidak dikenai sanksi untuk mengangkut minyak mentah Rusia, mengisi kekosongan yang ditinggalkan kapal-kapal tanker yang masuk dalam daftar hitam.
Diskon minyak ESPO yang makin besar juga menciptakan insentif yang kuat bagi para pedagang dan penyuling yang sensitif terhadap harga untuk terus membeli minyak Rusia.
Menurut Goldman, pendapatan minyak Rusia sedikit meningkat sejak pemerintahan Joe Biden menerapkan sanksi awal bulan ini, dan para pembuat kebijakan di negara-negara Barat diperkirakan akan lebih memprioritaskan untuk memaksimalkan diskon daripada mengurangi volume. Total ekspor tetap "cukup stabil."
Namun, ketidakpastian seputar dampak sanksi-sanksi tersebut masih "tinggi, terutama karena beberapa transaksi wind-down diizinkan hingga 12 Maret," tulis para analis dalam catatan tersebut.
(mfd/wdh)



























