Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang  merupakan pemenang mutlak dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, kini sudah memerintah selama 100 hari lamanya. Memang, 100 hari bukan masa yang panjang. Namun jangka waktu ini kerap menjadi patokan, acuan, tolok ukur bagaimana arah laju suatu pemerintahan.

Di mata pasar, sepertinya pemerintahan Prabowo-Gibran belum mampu membawa sentimen positif. Pasar keuangan Indonesia masih terseret arus koreksi global, dan Prabowo-Gibran belum bisa menjadi katalis menuju zona hijau.

Hal ini tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah. Pada hari ketika Prabowo-Gibran dilantik, nilai tukar rupiah tercatat berada di kisaran Rp 15.495/US$. Level rupiah kala itu telah mencatat pelemahan 0,44% sepanjang tahun. 

Setelah Prabowo-Gibran resmi memerintah, tekanan yang dihadapi oleh rupiah tidak berhenti. Mengacu data Bloomberg, sejak Prabowo-Gibran dilantik hingga perdagangan terakhir pada Jumat (24/1/2025), rupiah telah kehilangan nilai hingga 4,38%. 

Bahkan, rupiah menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia pada periode tersebut. 

USD/IDR (Sumber: Bloomberg)

Pelemahan rupiah selama periode 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, kebanyakan adalah karena faktor eksternal. Setelah investor cenderung ‘tenang’ pasca mendapati wajah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang ditetapkan dengan defisit sebesar 2,53% dari Produk Domestik Bruto (PDB), rupiah mendapat tekanan lebih banyak dari gejolak pasar global terutama ketika Donald Trump terpilih lagi menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) pada awal November 2024. 

Turbulensi pasar global memicu dana asing keluar masuk dari pasar domestik sehingga memantik volatilitas nilai tukar berikut harga aset-aset seperti saham dan surat utang negara. Meski, sepanjang tahun lalu investor asing masih mencetak net buy di pasar keuangan domestik yaitu Rp 15,74 triliun di pasar saham, Rp 34,59 triliun di pasar Surat Berharga Negara, dan Rp 161,99 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). 

Bila dihitung sejak awal tahun ini, modal asing masih mencetak posisi net sell atau jual bersih di pasar keuangan domestik. Per 23 Januari, investor asing masih net sell di saham senilai Rp 2,03 triliun, lalu di SBN sebesar Rp1,91 triliun, dan di SRBI sebesar Rp2,95 triliun. 

Selama 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, rupiah sempat menjebol level terlemah di posisi Rp 16.365/US$ pada 17 Januari, ketika BI secara tak terduga memangkas bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75%.

Pasar Obligasi Lesu

Kinerja pasar Surat Utang Negara (SUN) juga kurang baik. Pada perdagangan hari pertama sejak Prabowo-Gibran dilantik atau pada 21 Oktober, imbal hasil (yield) SUN tenor 10 tahun masih di kisaran 6,69%. 

Namun setelahnya cenderung naik dengan rata-rata bergerak di kisaran 6,99% dan sempat menyentuh level tertinggi pada 14 Januari lalu di posisi 7,25%. 

Alhasil, bila menghitung persis selama periode 21 Oktober hingga perdagangan terakhir 24 Januari, yield SUN 10 tahun sudah bergerak naik sebesar 33 bps. 

Yield SUN Tenor 10 Tahun (Sumber: Bloomberg)

Sama halnya dengan rupiah, kejatuhan harga obligasi negara yang ditandai dengan lonjakan yield juga kebanyakan karena faktor eksternal. Ketidakpastian yang dipicu oleh kegalauan investor global akan prospek bunga acuan Federal Reserve (The Fed), terutama karena keterpilihan lagi Trump yang membawa seabrek rencana kebijakan yang potensial memicu inflasi kembali bangkit. 

Yield Treasury, surat utang AS, sempat menyentuh level 4,79% pada periode tersebut. Tingginya imbal hasil surat utang AS membuat daya tarik berinvestasi di surat utang RI jadi kurang menarik. Maklum, dari sisi peringkat investasi, Indonesia masih jauh dibandingkan AS.

Arus modal asing dari surat utang juga fluktuatif dalam 100 hari pertama Prabowo-Gibran. Mengacu data Kementerian Keuangan, investor asing masih membukukan net buy senilai Rp 14,98 triliun di pasar SBN pada Oktober 2024. Namun pada November 2024, terutama ketika Trump terpilih, investor asing mencetak net sell hingga Rp 13,07 triliun. 

Lantas pada Desember 2024, asing kembali membukukan net buy di pasar surat utang negara senilai Rp 4,14 triliun. Adapun pada Januari ini, asing masih mencetak net sell sekitar Rp 4,8 triliun. 

Arus keluar modal asing dari SBN pada Januari terutama terjadi pada pekan ketika BI Rate tak terduga diturunkan. Pada pekan itu, nilai arus keluar modal asing dari SBN mencapai Rp 8,44 triliun. 

Namun, setelah sentimen global relatif lebih tenang pada pekan berikutnya, ditambah keputusan penghematan senilai Rp 306 triliun oleh Prabowo-Gibran, asing terlihat mulai kembali masuk dengan membukukan net buy sebesar Rp 3,74 triliun.

IHSG Merah

Bagaimana dengan di pasar saham, yang sempat disebut Prabowo sebagai arena judi itu?

Ternyata tidak banyak berbeda. Koreksi alias merah masih menjadi warna yang dominan. 

Sejak Prabowo-Gibran resmi memerintah hingga pemerintahannya berumur 100 hari, IHSG jatuh 7,8% secara point-to-point.

IHSG (Sumber: Bloomberg)

Sebelum Prabowo-Gibran dilantik atau pada 18 Oktober 2024, IHSG berada di posisi 7.760,06. Sejak saat itu IHSG berangsur-angsur melemah dengan tekanan yang makin deras sampai-sampai memasuki tren bearish.

Kejatuhan IHSG sejalan dengan aksi jual saham yang amat masif oleh investor asing. Dalam 3 bulan terakhir, berdasarkan data Bloomberg, investor asing mencatatkan jual bersih mencapai Rp 33,57 triliun. 

Tekanan terbesar pada IHSG dipengaruhi oleh sentimen kegelisahan pasar terhadap arah kebijakan Trump yang terkenal proteksionis. Ditambah lagi, ada ekspektasi The Fed menjadi kurang agresif yang hanya mengindikasikan 2 kali pemotongan suku bunga acuan sepanjang 2025.

Di samping itu, penurunan IHSG juga disebabkan sentimen dari dalam negeri. Misalnya aktivitas manufaktur yang terus-terusan mengalami kontraksi yang sempat terjadi selama 5 bulan beruntun. 

Kemudian kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 juga melambat ke level terendah dalam setahun, hanya tumbuh 4,95%, terutama karena konsumsi rumah tangga yang lemah. 

Devisa Hasil Ekspor

Namun, bukan semua menjadi kelabu. Dalam 100 hari masa pemerintahannya, Prabowo-Gibran juga memutuskan kebijakan penting yang akan sangat mempengaruhi pasar keuangan, dan juga ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Mulai 1 Maret nanti, pemerintah memutuskan Devisa Hasil Ekspor (DHE) wajib 100% ditempatkan di Tanah Air selama setahun. Berubah dari aturan sebelumnya yaitu sekurang-kurangnya 30% dan selama 3 bulan.

Pewajiban penempatan DHE di dalam negeri masih berlaku hanya untuk sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Jika seluruh hasil ekspor dinikmati di dalam negeri, maka Indonesia akan menikmati devisa yang tidak sedikit. Devisa miliaran dolar AS bisa dimanfaatkan di dalam negeri dan menjadi fondasi bagi stabilitas nilai tukar rupiah.

Sebagai gambaran, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor komoditas pertanian, kehutanan, dan perikanan sepanjang 2024 adalah US$ 5,71 miliar. Melesat 29,81% dibandingkan 2023.

Sementara nilai ekspor komoditas pertambangan dan lainnya sepanjang 2024 adalah US$ 40,57 miliar. Turun 10,2% dari posisi 2023.

Dengan asumsi US$ 1 sama dengan Rp 16.327 seperti kurs referensi BI tertanggal 22 Januari, maka DHE yang didapat dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan bisa mencapai Rp 93,23 triliun. Adapun DHE dari sektor pertambangan dan lainnya adalah Rp 662,39 triliun. Jadi totalnya adalah Rp 755,62 triliun.

Dengan masuknya DHE, maka cadangan devisa Indonesia akan lebih kuat. Per Desember 2024, cadangan devisa berada di US$ 155,72 miliar. Ini merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.

DHE akan membuat rupiah bisa lebih stabil, bahkan bukan tidak mungkin menguat seiring derasnya arus valas di perekomian Ibu Pertiwi. Dalam sepekan terakhir, rupiah menguat 0,35% di hadapan dolar AS.

Apabila rupiah terus stabil, maka ruang bagi BI untuk melanjutkan penurunan suku bunga acuan menjadi terbuka. 

"Kami memprediksi BI Rate masih memiliki ruang penurunan pada 2025,” sebut riset Bank Mandiri.

Sementara Bank Negara Indonesia (BNI) memperkirakan ada ruang penurunan BI Rate lebih lanjut menjadi 5,5-5,25%. Kemudian riset BRI-Danareksa Sekuritas memperkirakan ada ruang penurunan BI Rate sebesar 25 bps pada semester II-2025.

Penurunan BI Rate tentu akan membuat biaya dana (cost of fund) perbankan akan ikut terpangkas. Saat biaya dana turun, maka perbankan akan lebih leluasa dalam menurunkan suku bunga kredit.

Kredit perbankan masih menjadi salah satu andalan ekspansi, baik rumah tangga maupun dunia usaha. Saat bunga kredit turun, maka diharapkan permintaan akan tumbuh sehingga ekspansi bisa makin mulus. 

Dampaknya tentu saja percepatan laju pertumbuhan ekonomi. Sebab, konsumsi rumah tangga dan investasi adalah 2 motor utama dalam pembentukan PDB.

(riset)

No more pages