Bloomberg Technoz, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merekomendasikan perguruan tinggi agar diberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi untuk mencari titik lokasi dan seberapa besar jumlah cadangan tambang di wilayah tersebut.
“Catatan dari kami, pemberian IUP yang dilakukan untuk ormas maupun nanti kepada perguruan tinggi adalah untuk IUP eksplorasi,” ucap Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Julian Ambassador Shiddiq dalam rapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, dikutip Jumat (24/1/2025).
Julian menjelaskan terdapat dua jenis IUP, yakni IUP eksplorasi dan IUP produksi. IUP eksplorasi ditujukan untuk mencari di mana dan berapa besar jumlah cadangan, serta potensi pasti dari mineral atau batu bara yang terdapat di wilayah tersebut.
Berdasarkan pengalaman Kementerian ESDM, menurutnya eksplorasi paling cepat dilakukan dalam jangka waktu tiga tahun dengan biaya paling sedikit Rp100 juta/hektar.
“Paling tidak dibutuhkan bor per 4 titik. Itu hanya untuk bor saja, belum biaya kimia dan lain-lainnya,” tutur Julian.

Lebih lanjut, Julian memperingatkan bahwa mengelola lahan tambang bukanlah hal yang mudah karena dapat menghabiskan biaya besar.
Untukk itu, kata dia, para calon penerima izin tambang—baik yang berasal dari ormas keagamaan maupun perguruan tinggi — perlu diberikan pemahaman dari awal bahwa tambang bukan barang murah.
“Walaupun nanti ditawarkan, jangan sampai tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya dan uangnya malah hilang,” ungkap Julian.
Ditemui secara terpisah, Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan mengutarakan alasan DPR memberikan izin pertambangan kepada perguruan tinggi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar pengelolaan manfaat tambang dapat diberikan secara lebih luas.
Pemberian izin tersebut tercatut di dalam perubahan keempat atas Undang-undang No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) yang telah resmi menjadi usul DPR pada hari ini.
“Ini kan UU pada hakikatnya jadi diberikan kesempatan. Sekarang ini terpenting ada sumber kekayaan sumber daya alam [SDA], bagaimana pengelolaan manfaatnya diberikan lebih luas [dari] yang tadinya [hanya] diberikan terbatas bagi perusahaan swasta,” kata Bob.
Menurutnya, saat ini banyak masyarakat di sekitar areal pertambangan hanya menikmati 'debu' saja. Dengan adanya RUU Minerba, nantinya koperasi, perorangan, bahkan putera daerah dapat memanfaatkan tambang sekalipun mendapatkan modal.
“Intinya masyarakat kalau sudah legal, alam kita kan ada pajaknya, pajak tambangnya, pajak reklamasi. Itu yang sudah digali akan direklamasi ulang karena uangnya kan dibayar pajak itu,” tutur Bob.
Sebelumnya, Baleg DPR juga telah melaksanakan rapat secara maraton terkait pembahasan RUU Minerba. Rapat pleno pengambilan keputusan digelar menjelang tengah malam, Senin (20/1/2025) pada pukul 22.40 WIB setelah digelar sekitar 12 jam berturut-turut sejak pukul 11.00 WIB, kemudian beberapa rapat dilakukan secara tertutup.
Sehari berikutnya, Baleg DPR RI meminta masukan terhadap sejumlah organisasi masyarakat mulai dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), PP Muhammadiyah. Kemudian Asosiasi Penambang Nikel Indonesia, Persatuan Gereja Indonesia (PGI), PB Aljam'iyatul Washliyah, dan Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batu bara Indonesia (Aspebindo).
(mfd/wdh)