Bloomberg Technoz, Jakarta - Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR) menggelar sejumlah sidang istimewa usai Presiden Soeharto memutuskan untuk mundur dari jabatannya pada Mei 1998. MPR pun berupaya membantu Presiden BJ Habibie yang harus menjalankan pemerintahan di tengah gejolak reformasi dan tuntutan terhadap orde baru.
Sidang istimewa MPR kemudian melahirkan Ketetapan MPR nomor XI/MPR/1998 yang kemudian lebih dikenal dengan Tap MPR XI/1998 pada 13 November 1998. Isinya tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Tap MPR yang berisi enam pasal ini cukup tegas soal komitmen pengusutan praktek KKN pada masa pemerintahan Orde Baru. Bahkan, Pasal 4 memerintahkan untuk mengusut tuntas seluruh orang yang terlibat KKN, termasuk sosok Presiden Soeharto.
"Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta atau konglemerat; termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia," tulis Pasal 4 Tap MPR XI/1998.
Nyaris 26 tahun kemudian, Tap MPR ini kembali menjadi perbincangan usai Partai Golkar meminta MPR untuk menyatakan Pasal 4, terutama terkait sosok Soeharto, ditetapkan sudah terlaksana. Alasannya, Soeharto sudah meninggal dunia pada 27 Januari 2008.
Pengajuan ini sebenarnya sebagai efek lanjutan usai MPR mengklasifikasikan Tap MPRS XXXIII/1967 tak berlaku lagi. Sebelumnya, isi ketetapan tersebut memerintahkan pemeriksaan terhadap Soekarno yang dianggap mendukung dan memperoleh keuntungan dari aksi pemberontakan Partai Komunis Indonesia.
MPR bersepakat Soekarno adalah pendiri dan pahlawan nasional yang juga sudah ditegaskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat memberikan gelar tersebut pada 2012. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menegaskan sebagai pahlawan tentu Soekarno tak pernah mengkhianati negara.
Keputusan-keputusan ini kemudian menjadi dasarkan nama Soekarno dipulihkan dari tuduhan-tuduhan mendukung PKI dan merencanakan pengkhianatan.
Hal yang nyaris sama juga dimintakan bagi Presiden Soeharto oleh Partai Golkar.
Partai berlambang Pohon Beringin tersebut tak meminta MPR mengugurkan Tap MPR XI/1998 secara utuh. Mereka hanya meminta nama Soeharto pada Pasal 4 diklasifikasikan sudah selesai karena presiden ke-2 tersebut meninggal dunia.
Berarti, pemerintah masih bisa menjalankan Tap MPR tersebut kepada nama-nama atau tersangka KKN lainnya di era Orde Baru.
"Khususnya yang secara eksplisit menyebutkan nama Soeharto agar dinyatakan sudah dilaksanakan, tanpa mencabut TAP tersebut maupun mengurangi maknanya," kata Ketua MPR yang juga berasal dari Partai Golkar, Bambang Soesatyo.
MPR memang hanya bisa melakukan klasifikasi sesuai Tap MPR I/2003. Usai Amandemen UUD 1945, MPR tak bisa lagi membuat produk hukum berupa ketetapan MPR.
Lembaga tersebut hanya bisa mengeluarkan ketetapan yang bersifat penetapan (beschikking) seperti menetapkan wakil presiden menjadi presiden; memilih wakil presiden jika terjadi kekosongan jabatan wakil presiden; dan memilih presiden dan wakil presiden jika presiden dan wakil presiden meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama.
Artinya, Tap MPR XI/1998 dan banyak tap lainnya sudah tak bisa lagi dicabut. Sesuai Tap MPR I/2003, lembaga tersebut hanya bisa menyatakan atau mengklasifikasikan Tap tersebut dianggap memenuhi kriteria tidak memerlukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan.
(mfd/frg)