Bloomberg Technoz, Jakarta - Sampai pekan kedua September 2024, Bank Indonesia (BI) telah menyalurkan insentif kebijakan likuiditas makroprudensial (KLM) sebesar Rp256,1 triliun kepada industri perbankan. Penerima terbesar adalah bank milik negara.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan kelompok bank badan usaha milik negara (BUMN) memperoleh insentif KLM mencapai Rp118,6 triliun, bank umum swasta nasional sebesar Rp110,5 triliun, bank perekonomian daerah (BPD) sebesar Rp24,4 triliun, dan kantor cabang bank asing (KCBA) sebesar Rp2,6 triliun.
"Insentif KLM tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas, yaitu hilirisasi minerba dan pangan, UMKM (usaha menengah, kecil, dan mikro), sektor otomotif, perdagangan dan Listrik, Gas dan Air (LGA), serta sektor pariwisata dan ekonomi kreatif," tutur Perry dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu (18/9/2024).
Ke depan, BI akan terus memperkuat implementasi kebijakan insentif KLM, termasuk kepada sektor yang mendukung penciptaan lapangan kerja, sektor yang menjadi sumber pertumbuhan baru (sektor tersier), dan sektor yang dapat meningkatkan inklusivitas, termasuk kelas menengah bawah. Tentu dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Dalam kesempatan yang sama, BI melaporkan nilai kredit perbankan pada Agustus 2024 tercatat tumbuh 11,4% (year-on-year/yoy). Angka ini menurun dibanding pertumbuhan kredit bank pada Juli 2024, yakni 12,4% (yoy).
Perry Warjiyo menjelaskan perkembangan ini ditopang oleh sisi penawaran, sejalan dengan minat penyaluran kredit yang terjaga, pendanaan yang memadai, realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, dan dukungan kebijakan likuiditas makroprudensial BI.
"Pertumbuhan kredit juga didukung oleh sisi permintaan yang tetap baik dari korporasi, terutama korporasi di sektor padat modal, sedangkan permintaan kredit korporasi di sektor padat karya perlu terus ditingkatkan," kata Perry dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu (18/9/2024).
Sementara itu, dia menambahkan permintaan kredit rumah tangga terjaga, terutama pada sektor properti. Secara sektoral, pertumbuhan kredit pada mayoritas sektor ekonomi tetap kuat, terutama pada sektor Industri, sektor listrik gas, dan air (LGA), serta sektor pengangkutan.
Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi, yang masing-masing tumbuh sebesar 10,75% (yoy), 13,08% (yoy), dan 10,83% (yoy) pada Agustus 2024.
Di sisi lain, pembiayaan syariah dan kredit UMKM tumbuh masing-masing sebesar 11,61% (yoy) dan 4,42% (yoy).
"Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit 2024 diprakirakan berada pada batas atas kisaran 10-12%," kata Perry.
(lav)