Bloomberg Technoz, Jakarta - Para pengelola dana kelas kakap dunia membidik aset-aset investasi di Indonesia di bulan ketika volatilitas pasar diperkirakan akan meningkat jelang pertemuan Federal Reserve (The Fed), yang diprediksi akan memulai pivot penurunan bunga acuan.
Salah satu fund manager besar dunia asal Amerika Serikat (AS), BlackRock, yang mengelola dana puluhan triliun dolar AS, sudah bersiap memanfaatkan volatilitas pasar yang terjadi pada September untuk memborong aset di pasar negara berkembang, terutama surat utang alias obligasi.
Surat utang terbitan Filipina dan Indonesia, menjadi favorit perusahaan pengelola aset ini terutama untuk tenor menengah dan panjang, seiring dengan ruang yang makin luas bagi bank sentral di dua negara itu untuk melonggarkan kebijakan moneternya.
"Ini adalah masa keemasan, golden age, bagi aset-aset fixed income di Asia khususnya di emerging market-nya. Saya pikir akan menjadi hal yang tepat untuk menambah sedikit lagi durasi jika terjadi volatilitas," kata Neeraj Seth, Head of Asian Fixed Income BlackRock di Singapura, seperti dilansir oleh Bloomberg News.
Ia menilai, pasar Asia relatif lebih terlindungi dari volatilitas terkait pelaksanaan Pemilu AS pada November nanti.

Bulan September secara historis menjadi bulan dengan volatilitas tajam di pasar keuangan di banyak tempat. Risiko pelemahan ekonomi China, semakin dekatnya jadwal Pemilu AS, juga harap-harap cemas pivot The Fed, akan membuat September ini akan jadi pertaruhan apakah akan jadi Black September atau September Ceria.
Pasar surat utang di Asia sejauh ini masih membukukan kinerja lebih baik setiap September. Data Bloomberg mencatat, dalam 10 tahun terakhir, obligasi di Asia hanya mencatat kerugian 1% setiap September dibanding penurunan hingga 2,1% oleh obligasi di emerging market Amerika Latin.
Arus masuk modal asing diprediksi masih akan berlanjut ke Asia termasuk Indonesia karena nilai investasi di negeri ini masih belum kembali ke masa sebelum prapandemi.
Meski menarik, asing juga masih mewaspadai risiko yang tersisa dari pasar RI. Termasuk perihal transisi pemerintahan yang akan dipukul 'gong' nya pada Oktober nanti di mana kebijakan fiskal akan jadi sorotan penting.
Belanja asing terbesar
Dana asing telah membanjiri pasar, terutama di pasar surat utang, termasuk Indonesia, menyusul prospek penurunan bunga acuan The Fed yang melemahkan pamor dolar AS dan mendorong penguatan mata uang emerging market sehingga membuat imbal hasil obligasi makin menarik dikoleksi.
Indonesia sejauh ini menjadi negara yang paling banyak menikmati limpahan dana asing yang menyerbu pasar negara berkembang terpicu sentimen pivot The Fed yang makin memuncak.
Investor asing telah memborong obligasi negara sedikitnya US$2,2 miliar selama Agustus, menjadi nilai belanja terbesar oleh investor nonresiden sejak Januari 2023 silam. Bahkan pada 22 Agustus saja, asing memborong surat utang RI hingga Rp9,6 triliun, pembelian sehari terbesar dalam lima tahun terakhir.
"Bila dolar AS tidak lagi dominan, maka akan semakin mudah dan murah bagi pasar negara berkembang dalam mencari pendanaan, termasuk Indonesia," kata Mark Nash, fund manager di Jupiter Asset Management di London, yang menyatakan telah memborong SUN-10Y, seperti dilansir oleh Bloomberg.
Mengacu data Kementerian Keuangan, asing terus menambah pembelian surat utang terbitan pemerintah hingga kini penguasaannya telah mencapai Rp852,3 triliun per 30 Agustus. Level itu menjadi yang tertinggi sejak Agustus 2023 dan menempatkan penguasaan asing di Surat Berharga Negara (SBN) menjadi 14,5% dari total outstanding yang beredar di pasar sekunder.
Persentase itu masih lebih kecil dibanding posisi awal tahun ini 15%. Terlebih bila dibanding masa prapandemi ketika asing masih memegang sekitar 39% dari total SBN yang beredar di pasar.
Dalam 20 hari terakhir, sampai data 2 September, pemodal asing rata-rata belanja obligasi RI senilai US$118,3 juta. Meski angkanya mulai melemah dalam lima hari terakhir dengan nilai net inflows turun jadi US$36,2 juta, menurut perhitungan Bloomberg.
(rui)