Logo Bloomberg Technoz

Berikut ini adalah hal-hal yang dilarang di pasar modal syariah. Pertama, Tadlis, yaitu tindakan menyembunyikan kecacatan objek akad yang dilakukan oleh penjual untuk mengelabui pembeli seolah-olah akad tersebut tidak cacat. Kedua, taghrir, yaitu upaya untuk memengaruhi orang lain, baik dengan ucapan maupun tindakan yang mengandung kebohongan, agar terdorong untuk melakukan transaksi.

Ketiga, Gharar, yaitu ketidakpastian dalam suatu akad, baik mengenai kualitas atau kuantitas objek akad maupun mengenai penyerahannya. Keempat, Tanajusy atau Najsy yaitu tindakan menawar barang dengan harga lebih tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud membelinya, untuk menimbulkan kesan banyak pihak yang berminat membelinya. Kelima, ikhtikar yang artinya membeli suatu barang yang sangat diperlukan masyarakat pada saat harga mahal dan menimbunnya dengan tujuan untuk menjual kembali pada saat harganya mahal.

Sejarah Pasar Modal Syariah

Sejarah pasar modal syariah di Indonesia dimulai dengan diterbitkannya Reksa Dana Syariah pertama di Indonesia oleh PT Danareksa Investment Management (DIM) pada 3 Juli 1997. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia (d/h Bursa Efek Jakarta) berkerja sama dengan DIM meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk menjadi acuan bagi investor yang ingin menginvestasikan dananya secara syariah.

Dengan hadirnya indeks tersebut, maka investor dapat mengetahui saham-saham yang memenuhi prinsip syariah dan dapat dijadikan instrumen investasi syariah. Pada tanggal 18 April 2001, untuk pertama kali DSN-MUI mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung dengan pasar modal, yaitu Fatwa Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah. 

Selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran sukuk PT Indosat Tbk pada awal September 2002. Instrumen ini merupakan sukuk pertama di Indonesia dan akad yang digunakan adalah akad mudharabah. Peraturan OJK (d/h Bapepam-LK) tentang pasar modal syariah pertama diterbitkan di tahun 2006 dan dilanjutkan dengan diterbitkannya Daftar Efek Syariah (DES) pada tahun 2007. DES adalah panduan bagi pelaku pasar dalam memilih saham yang memenuhi prinsip syariah.

Perkembangan pasar modal syariah mencapai tonggak sejarah baru pada tahun 2011, pada saat itu banyak gebrakan inovasi diluncurkan ke pasar diantaranya Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), Fatwa DSN MUI Nomor 80 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek, serta Sharia Online Trading System (SOTS). SOTS adalah sistem pertama di dunia yang dikembangkan untuk memudahkan investor syariah dalam melakukan transaksi saham sesuai prinsip Islam.

Sejak momen kebangkitan tersebut, Pasar Modal Syariah bangkit dengan semangat baru dan terus berkembang pesat, ditandai dengan berbagai torehan prestasi yang diraih secara konsisten. Kemajuan pasar modal syariah Indonesia ditunjukkan dengan diterimanya penghargaan internasional Global Islamic Finance Awards, untuk kategori “The Best Islamic Capital Market” selama 4 kali secara berturut-turut sejak 2019 hingga 2022. Di tahun 2023, BEI juga kembali meraih penghargaan sebagai “Lembaga Penggerak Investasi Syariah” dalam ajang Anugerah Syariah Republika 2023. 

Pasar modal syariah Indonesia saat ini juga tercatat sebagai pasar modal di dunia yang memiliki proses transaksi saham secara end-to-end yang telah memenuhi prinsip syariah, mulai dari mekanisme transaksi di BEI, mekanisme kliring dan penjaminan di KPEI hingga mekanisme penyimpanan dan penyelesaian transaksi di KSEI semuanya telah memiliki fatwa kesesuaian syariah dari DSN-MUI.

Dengan inovasi dan kelebihan yang ada, tidak dapat kita pungkiri, saat ini Pasar Modal Syariah di Indonesia semakin diminati oleh banyak investor. Sampai dengan Maret 2024, jumlah investor syariah mencapai 143.784 investor.  Capaian ini telah tumbuh 19% dari Maret 2023 yang menembus sebanyak 120.530 investor. Rata-rata nilai transaksi harian saham-saham syariah juga mengalami tren kenaikan dari Maret 2023 di Rp 4,3 triliun menjadi Rp6,2 triliun per Maret 2024.

(tim)

No more pages