Logo Bloomberg Technoz

1. PT Belitang Panen Raya sebanyak 1.000 ton.
2. PT Buyung Putra Pangan Sumsel 5.000 ton
3. PP Putra Mandiri Lampung 3.000 ton
4. PT Autum Agro Industri Lampung 2.500 ton
5. PT Wilmar Padi Indonesia 5.000 ton
6. PB Padi Jaya 2.000 ton
7. CV Affi Jaya Abadi 5.000 ton
8. CV Lumbung Padi 2.000 ton
9. PB Multi Niaga 500 ton
10. UD Hasil Bumi Tegal 4.000 ton
11. UD HP Putra Semarang 1.000 ton
12. UD Wiwid Putra Surakarta 1.000 ton
13. UD Barokah Sleman 1.000 ton
14. UD Sri Rahayu 1.000 ton
15. PT Daya Tani Sembada Ngawi 3.000 ton
16. PT Surya Pangan Semesta Kediri 5.000 ton
17. PT Abdi Langgeng Gemilang 2.500 ton
18. UD Gista Jaya 5.000 ton
19. UD Maju Mapan 5.000 ton
20. PT Sinar Makmur Komoditas 500 ton
21. PT Ratu Makmur Abadi 500 ton
22. CV Samudra 500 ton
23. PB Rahma 35 1.000 ton
24. UD Garuda 500 ton
25. CV Sandi Jaya Indramayu 2.500 ton

Arief menegaskan Bulog akan membeli beras dari para penggilingan tersebut sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan yakni Rp9.950/kg. Oleh karena itu, harapannya harga gabah kering panen (GKP) di pasaran tidak lebih dari HPP yang ditetapkan untuk GKP sebesar Rp5.000 per kg. 

Dia menyebut adanya komitmen dari 25 penggilingan padi untuk memasok beras ke Bulog juga akan membantu Bulog mencapai target serapan beras nasional sebanyak 2,4 juta ton hingga akhir 2023.

Stok Beras Pemerintah Menipis

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Bulog Awaluddin Iqbal tidak menampik bahwa perseroan tengah dihadapkan pada tugas berat untuk stabilisasi harga beras di pasaran di tengah keterbatasan stok penyangga pada awal tahun ini.

“Kalau harga sudah ditetapkan oleh pemerintah, itu kan bisa jadi indikator. Artinya, kalau kami melakukan penyerapan dengan harga itu, ternyata [harga di] pasaran lebih tinggi; kita tidak bisa mendapatkan barang [beras dari produksi lokal]. Ini kan hukum supply-demand biasa sebetulnya,” jelas Awaluddin saat dihubungi Bloomberg Technoz, Selasa (21/3/2023). 

Di sisi lain, Bulog juga diwaajibkan untuk menjaga CBP pada level tertentu. Di tengah hambatan penyerapan, tugas tersebut menjadi menantang untuk dieksekusi sehingga berujung pada seretnya iron stock. 

“Nah, inilah yang kami sebutkan bahwa untuk saat ini itu belum bisa terpenuhi karena stok kami di bawah 1 juta ton. Maka, kami harus berusaha untuk bisa mendapatkan stok supaya stok Bulog itu—dalam hal ini adalah CBP—berada pada level yang ditentukan, yaitu di atas 1 juta ton,” terangnya.

Perlu diketahui, CBP saat ini berada di level kritis 230.000 ton alias jauh di bawah ambang batas aman untuk stok penyangga di rentang 1,1 juta—1,5 juta ton. 

Penyerapan domestik yang dilakukan Bulog hanya mencapai 30.000 ton, sedangkan realisasi impor yang sudah disetor sebanyak 485.000 ton. Di sisi lain, perseroan masih harus memenuhi mandat penyaluran bantuan sosial (bansos) sebanyak 210.000 per bulan.

Kondisi tersebut boleh dibilang mengkhawatirkan, terlebih Ramadan dan Idulfitri kian dekat. Stok yang menipis membuat Bulog tidak bisa memainkan perannya sebagai stabilisator harga beras melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Beras (SPHP) atau operasi pasar di tengah lonjakan harga.

(rez/evs)

No more pages