Logo Bloomberg Technoz

RI Bisa Jadi Importir Nikel Gegara Target Produksi di RKAB Kurang

Dovana Hasiana
21 March 2024 14:05

Seorang pekerja memegang sepotong Bessemer matte di pabrik peleburan./Bloomberg-Cole Burston
Seorang pekerja memegang sepotong Bessemer matte di pabrik peleburan./Bloomberg-Cole Burston

Bloomberg Technoz, Jakarta - Indonesia berpeluang membuka keran impor bijih nikel dari Filipina dan Australia untuk memenuhi kebutuhan smelter di dalam negeri, setelah penambang mengeluhkan kurangnya jumlah produksi dalam 107 rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tambang nikel yang direstui pemerintah.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesian Mining Association (IMA) Djoko Widajatno mengatakan kebutuhan bijih nikel untuk diolah smelter di dalam negeri mencapai 234,5 juta ton per tahun.

Berbanding terbalik, total kapasitas produksi dari 107 RKAB nikel yang disetujui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hanya 152,61 juta ton untuk periode 2024—2026.

“[Kebutuhan bijih nikel] akan bertambah, [tetapi] kami melihat masih dapat dipenuhi dari kelebihan produksi di dunia pada 2023 sebesar 275 juta wet metric ton (wmt). Maka, kita [Indonesia] ada yang melakukan impor bijih nikel beberapa waktu yang lalu,” ujar Djoko saat dihubungi, Kamis (21/3/2024).

Namun demikian, dia tidak mengelaborasi berapa kemungkinan volume impor nikel yang dibutuhkan Indonesia untuk menambal kebutuhan smelter per tahunnya selama 2024—2026.

Blok Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) di fasilitas pengolahan nikel Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara./Bloomberg-Dimas Ardian