Logo Bloomberg Technoz

Dukungan likuiditas dari bank sentral Swiss diberikan pada Kamis untuk meredakan kegelisahan. Namun, hal itu tidak cukup. Otoritas Swiss pun turun tangan untuk mendorong UBS menjadi penyelamat bagi Credit Suisse.

Sebagai salah satu dari 30 bank yang penting secara sistemik di dunia, Credit Suisse adalah korban terbesar dari gejolak keuangan yang dipicu oleh bank-bank sentral dengan pengetatan kebijakan moneternya untuk mengendalikan inflasi.

Sebelum krisis keuangan global — di mana Credit Suisse dapat bertahan tanpa bailout, tidak seperti banyak bank lainnya — bank Swiss ini memiliki aset lebih dari US$ 1 triliun, tetapi setelah bertahun-tahun mengalami serangkaian skandal dan mistrust, angkanya  menyusut menjadi sekitar US$ 580 miliar, kira-kira setengah dari UBS.

Bagi Swiss, hal ini penting sebab negara itu adalah rumah bagi 243 grup perbankan dan 24 cabang bank asing sehingga stabilitas dan kekayaan negara sangat bergantung pada industri keuangan. Aset gabungan UBS dan Credit Suisse kira-kira dua kali lipat ukuran produk domestik bruto Swiss.

Sepanjang sejarahnya, Credit Suisse pernah membiayai jalur kereta api Alpine dan pengembangan Silicon Valley. Bank itu merawat kekayaan bangsawan Arab dan oligarki Rusia.

Dalam beberapa tahun terakhir, bank itu mengalami keluar masuk di level manajemen senior, dengan setiap pergantian kepemimpinan memberi tekanan lebih besar pada kinerja saham mereka.

Saham mereka telah jatuh lebih dari 95% dari puncak krisis pra-keuangan, dan nilai perusahaan hanya 7,4 miliar franc Swiss (Rp 122,8 triliun) pada penutupan perdagangan Jumat – kurang dari sepersepuluh dari nilai Goldman Sachs Group Inc.

Pengambilalihan yang Gagal

Pada musim panas 1990, CEO bank tersebut Rainer Gut melihat peluang untuk mengendalikan mitra mereka di AS, First Boston dengan suntikan modal dan dukungan kredit macet.

First Boston telah merangkul pasar utang berimbal hasil tinggi selama tahun 1980-an dan meminjamkan miliaran dolar untuk mendanai transaksi pembelian yang berisiko. Industri yang dulu menguntungkan telah runtuh, dan salah satu kesepakatan yang paling bermasalah adalah pinjaman US$ 457 juta untuk pembelian dengan leverage dari Ohio Mattress Co.

Setelah pengambilalihan, Credit Suisse merangkul jenis bisnis berisiko yang sama. Para pemimpin berikutnya pun mendorong banyak perombakan, dan akhirnya menghapus nama First Boston yang pernah dibanggakan pada tahun 2006.

Pengambilalihan tersebut merupakan bagian dari strategi pertumbuhan yang agresif. Setelah menggantikan Gut sebagai CEO, Lukas Muehlemann membeli Winterthur Insurance Co. pada tahun 1997. Credit Suisse kemudian mengakuisisi Donaldson, Lufkin & Jenrette Inc. (DLJ) pada tahun 2000, tetapi kesepakatan dengan bank investasi yang berbasis di New York tersebut ternyata salah langkah, karena beberapa bankir unggulan DLJ memilih beralih untuk bekerja di pesaing mereka.

Winterthur kemudian dijual pada tahun 2006 oleh CEO saat itu Oswald Gruebel. Seringnya perubahan manajemen ini menciptakan gejolak strategis dan menambah tekanan untuk menghasilkan keuntungan.

Kasus Penipuan

Pada tahun 2015, seorang bankir yang tidak memiliki klien dan tidak memiliki pengalaman perbankan sebelum bergabung dengan Credit Suisse terungkap melakukan penipuan. Ia diam-diam masuk ke rekening klien-klien kaya, memutar uang itu untuk menambal kerugian klien lain.

Penipuan itu sangat sederhana. Dia memotong tanda tangan dari sebuah dokumen, menempelkannya pada perintah perdagangan dan memfotokopinya. Dia dihukum karena penipuan pada tahun 2018 dan bunuh diri pada tahun 2020.

Selama uang mengalir, bank memanjakan perilaku buruk Lescaudron, menurut penyelidikan independen yang ditugaskan oleh Finma, regulator perbankan Swiss, meskipun tidak sampai menyimpulkan bahwa bank mengetahui penipuan tersebut.

Kehancuran Perdagangan

Pada bulan Maret 2021, Credit Suisse diberi tahu bahwa klien terbesarnya, Archegos Capital Management tidak dapat membayar lebih dari US$ 2 miliar utangnya. Hal ini memicu perselisihan dan saling menyalahkan di internal antara para eksekutif bank di New York, London, dan Zurich, alih alih-alih berfokus pada solusi. 

Butuh waktu hampir dua minggu bagi Credit Suisse untuk mendapatkan penghitungan awal eksposurnya, yaitu US$ 4,7 miliar, yang akhirnya tumbuh menjadi US$ 5,5 miliar dan membuat bank jatuh ke dalam kejatuhan yang menyebabkan krisis kepercayaan pekan lalu.

Menurut laporan independen oleh firma hukum Paul, Weiss, Rifkind, Wharton & Garrison, Credit Suisse cenderung "lesu dalam menyikapi risiko” dan "gagal di banyak titik untuk mengambil tindakan tegas dan mendesak.”

Bank kemudian merespons kejatuhannya dengan serangkaian tindakan untuk memperbaiki kekurangan dan mengatakan bahwa insiden tersebut sebagai "titik balik untuk manajemen risiko secara keseluruhan” yang lebih baik.

Tapi mereka kehabisan waktu.

Rencana Restrukturisasi

Pada bulan Oktober tahun lalu, Chairman Axel Lehmann dan CEO Ulrich Koerner yang menjabat setelah bencana itu – mengajukan rencana agar Credit Suisse kembali maju.

Mereka menekan jumlah pekerja dan mengumpulkan modal baru sebesar US$ 4 miliar.

“Credit Suisse yang baru pasti akan menguntungkan mulai tahun 2024 dan seterusnya,” kata Koerner usai memaparkan rencana restrukturisasi. “Kami tidak ingin terlalu menjanjikan tetapi kurang menghasilkan, kami ingin melakukannya sebaliknya.”

Tapi dunia tidak tinggal diam. Dengan ekonomi global berada dalam kekacauan dan kepercayaan investor langka, hal ini belum cukup untuk meredam ketidakpercayaan.

“Sektor perbankan tidak seperti sektor lainnya,” kata John Plassard, spesialis investasi di Mirabaud yang berbasis di Jenewa. “Begitu kepercayaan hilang, Anda tidak bisa membangunnya kembali.”

--Dengan asistensi Claudia Maedler, Natasha Doff, Philip Lagerkranser, Loukia Gyftopoulou, Donal Griffin, Hugo Miller, Sagarika Jaisinghani, Julien Ponthus, Allegra Catelli, Bastian Benrath, dan Bryce Baschuk.

(bbn)

No more pages