Logo Bloomberg Technoz

"Kami baru melihat ruang terbuka untuk penurunan BI rate pada semester II, bisa maju bisa mundur juga. Faktor paling utama adalah inflasi. Kami meyakini inflasi volatile food saat ini adalah temporer karena faktor musiman sehingga nanti akan turun sehingga kami yakini inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) masih akan di 3%, inflasi inti juga masih tetap rendah," kata Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia dalam konferensi pers pemaparan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Jakarta, siang hari ini, Rabu (20/3/2024).

Pada Februari, inflasi harga pangan bergejolak mencapai 8,5% year-on-year, dan secara bulanan naik 1,53%, melompat tinggi dibanding Januari yang cuma 0,01% month-to-month. Harga beras menjadi salah satu penyebab utama lonjakan inflasi harga pangan tersebut. 

Alhasil, inflasi pada Februari lalu naik ke 2,75% year-on-year, tertinggi sejak November 2023. Sementara secara bulanan naik tajam 0,35% dari Januari sebesar 0,04%. Inflasi Februari itu masih di atas titik tengah target inflasi BI tahun ini yang dipatok di kisaran 1,5%-3,5%.

Deputi Gubernur BI Aida S. Budiman mengakui, pengendalian inflasi terutama untuk kelompok volatile food seperti beras dan cabai masih menghadapi tantangan karena panen raya baru berlangsung pada Maret-Mei.

"Masih ada tantangan tapi sudah ada penurunan harga beras di Sumatra, Jawa dan Bali-Nusra," kata Aida dalam kesempatan yang sama.

Inflasi Indonesia pada Februari 2024 (Bloomberg)

Perry menambahkan, BI mencermati inflasi pangan dan meyakini lonjakan saat ini bersifat sementara. "Yang perlu kami lakukan adalah fokus bagaimana koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah, pengendalian inflasi. Juga, untuk memastikan imported inflation terkendali. Itu yang menjadi fokus kami," katanya.

Menurut ekonom Bloomberg Economics Tamara M. Henderson menilai, BI memang belum punya ruang untuk memangkas bunga acuan dalam waktu dekat. Bahkan bila memperhitungkan dua skenario yang sangat berbeda, rupiah tetap terancam.

Pertama, pengetatan moneter The Fed menjatuhkan pasar tenaga kerja AS dan menyurutkan risk appetite asing yang juga akan berdampak buruk bagi rupiah. Angka pengangguran AS sudah hampir 4% saat ini. Kedua, apabila penurunan bunga The Fed ditunda atau bahkan tidak jadi tahun ini, rupiah akan semakin terpukul.

"Kami memperkirakan BI tidak akan mendahului The Fed untuk menurunkan bunga acuan. BI masih berekspektasi The Fed akan turunkan suku bunga pada semester dua tahun ini," kata Tamara.

Biaya Mahal Stabilisasi Rupiah

Rupiah tergerus 2,02% sepanjang tahun ini karena ketidakpastian global telah memicu arus keluar modal asing di pasar surat utang dan SRBI terutama berlangsung pada Maret ini. "BI akan melanjutkan stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan SBN di pasar sekunder," kata Perry.

Stabilisasi rupiah juga tetap mengandalkan operasi moneter memakai tiga instrumen baru BI yang baru dilansir tahun lalu yaitu SRBI, SVBI dan SUVBI. Nilai SRBI sampai 19 Maret sudah mencapai Rp409,38 triliun, sedangkan SVBI mencapai US$2,31 miliar dan SUVBI mencapai US$387 juta.

Pergerakan rupiah dan tekanan arus dana asing keluar.

Asing menguasai sekitar Rp85,02 triliun di SRBI yang setara dengan 21% nilai outstanding di pasar sekunder. Sementara upaya memperbanyak stok dolar AS di pasar melalui kebijakan Term Deposit Devisa Hasil Valas (DHE) sejauh ini baru meraup US$1,95 miliar sampai 20 Maret.

SRBI memberikan bunga yang jauh lebih tinggi dibandingkan SUN/INDOGB. Pada lelang terakhir 15 Maret lalu, imbal hasil SRBI 12 bulan diberikan sebesar 6,872%, jauh lebih tinggi dibanding INDOGB 10Y saat ini yang di kisaran 6,628%. Sedangkan SVBI 3 bulan diberikan 5,680%, jauh di atas yield INDON terpendek 1Y yang saat ini berada di kisaran 4,851%.

Tingginya bunga yang diberikan akan berimbas pada beban neraca Bank Indonesia hingga Rp4,6 triliun tahun ini, menurut perhitungan Bahana Sekuritas. Selain itu, pemberian bunga SRBI yang tinggi di tengah periode di mana kebijakan bunga acuan sudah tinggi bisa mempengaruhi fleksibilitas kebijakan Bank Indonesia dalam jangka panjang. 

Rupiah ditutup ditutup melemah tipis 0,03% di Rp15.723/US$ dalam perdagangan di pasar spot hari ini, pasca pengumuman hasil RDG dibacakan. 

-- dengan bantuan laporan Azzura Yumna.

(rui/aji)

No more pages