Logo Bloomberg Technoz

Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menjelaskan revisi dari Perpres 191/2014 tersebut tidak bakal efektif selama pemerintah belum mengatur dengan tegas pihak-pihak yang bisa mengakses BBM jenis tertentu. 

Penyaluran BBM yang tidak tepat sasaran, kata Komaidi, berpotensi tetap terjadi walaupun revisi Perpres No. 191/2014 telah terbit selama tidak ada klausul yang tegas membahas mengenai pembatasan tersebut.

“Sepanjang tidak ada sesuatu yang tegas mengenai siapa yang boleh dan tidak mungkin kondisinya tidak akan jauh berbeda dengan sekarang,” ujar Komaidi saat dihubungi.

Menurut Komaidi, selama ini pengaturan penyaluran Pertalite yang merupakan BBM dengan RON 90 dinilai cenderung lebih longgar dibandingkan dengan Premium yang merupakan RON 88.

Terlebih, pemerintah memang memberikan subsidi kepada Premium (RON 80), sehingga aspek seperti volume penyaluran dan besaran subsidi per liter dibahas dengan tegas dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sebaliknya, pemerintah tidak memberikan subsidi kepada Pertalite (RON 90). Bensin dengan harga Rp10.000/liter itu  termasuk dalam Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yang tidak diberikan subsidi, tetapi oleh Pemerintah diberikan kompensasi penugasan untuk pendistribusian JBKP ke seluruh wilayah Indonesia.

“Meskipun secara riil, prinsipnya sama diganti pemerintah, tetapi secara nomenklatur mata anggaran cukup berbeda. Kalau kompensasi lebih longgar karena tidak selalu dibayar di tahun anggaran yang sama. Bisa carry over tahun berikutnya. Ini jadi ketentuan yang cukup longgar,” ujarnya.

Dengan demikian, potensi penyaluran BBM yang tidak tepat sasaran bakal besar. Terlebih, Pertalite merupakan jenis BBM dengan harga yang paling rendah, sehingga masyarakat cenderung akan membeli BBM tersebut baik yang mampu maupun tidak mampu.

Banderol harga Pertalite di SPBU Pertamine./Bloomberg-Dimas Ardian

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya memastikan revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 191/2014 bakal rampung dalam waktu dekat.

Menteri ESDM Arifin Tasrif membuka peluang bahwa revisi perpers —yang akan mengatur kriterian kendaraan yang boleh menggunakan BBMPertamina jenis Solar dan Pertalite — tersebut bakal rampung pada kuartal II-2024.

Walau demikian, dia tidak membocorkan detail tanggal pasti penyelesaian revisi aturan tersebut akan diterbitkan. Dia hanya menggarisbawahi revisi aturan bakal rampung dalam beberapa waktu mendatang dan implementasi bakal dilakukan pada tahun ini.

“Mudah-mudahan [rampung pada kuartal II-2024]. Harus selesai, targetnya tahun ini harus jalan, jadi dalam beberapa bulan ini lah [revisi Perpres] selesai. Kan drafnya sudah setahun,” ujar Arifin saat dimintai konfirmasi, ditemui di kantornya, Jumat (8/3/2024).

Nantinya, terdapat kategori kendaraan yang bakal diatur untuk mengakses bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar. Sebagai gambarannya, pemerintah bakal membatasi pembelian Solar hanya untuk kendaraan yang mengangkut bahan pangan, bahan pokok dan angkutan umum.

Hal ini dilakukan agar masyarakat umum tidak terbebani karena jenis angkutan umum tersebut tetap menggunakan solar yang disubsidi pemerintah.

“Revisi Perpres No. 191/2014 dilakukan agar alokasi BBM tepat sasaran, itu semuanya kan harus tepat sasaran. Kalau tidak, pemerintah rugi dan yang menikmati adalah orang yang tidak tepat,” ujar Arifin.

Menurut kabar yang beredar, melalui revisi peraturan tersebut, nantinya akses pembelian Pertalite akan dilarang untuk kendaraan roda empat di atas 1.400 cc dan roda dua di atas 250 cc.

(dov/wdh)

No more pages