Logo Bloomberg Technoz

"Kami membuat usulan perubahan ke ICAO di Montreal," kata Adita kepada Bloomberg Technoz pada Kamis petang (16/3/2023).

Sementara Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melalui keterangan pers menilai Perjanjian FIR ini adalah sebuah langkah maju setelah Indonesia meratifikasinya menjadi Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2022 tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Penyesuaian Batas antara Flight Information Region Jakarta dan Flight Information Region Singapura.

“Saya sangat berterima kasih atas dukungan yang luar biasa dari kedua pemimpin negara yaitu Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong sehingga perjanjian FIR ini mengalami kemajuan yang menggembirakan,” kata Budi yang diketahui turut bersama delegasi Presiden Jokowi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan PM Singapura Lee Hsien Loong di Istana Kepresidenan Singapura, Kamis (16/3). (Youtube Sekretariat Presiden)

Lalu mengapa dalam perjanjian FIR ada pendelegasian? Cuma pejabat yang menegosiasikan perjanjian FIR yang dapat menjawab

Hikmahanto Juwana

Namun perihal Perjanjian FIR ini menurut pengamat penerbangan tak semanis yang diutarakan pemerintah. Pengamat Arista Atmadji mengatakan bahwa Indonesia tak mendapatkan untung apa-apa dari perjanjian ruang udara ini.

Justru kata dia, Singapura yang akan meraup untung. Dosen Manajemen Transportasi Udara, Universitas International University Liason Indonesia (IULI) ini menilai, FIR ini seharusnya tidak dikerjasamakan atau didelegasikan baik sebagian atau seluruhnya dengan pihak lain. Hal ini bukan sekadar soal bisnis namun juga kedaulatan.

"Kalau ngomong sama Singapura itu harus hati-hati, harus penuh curiga karena negara ini cerdik. FIR 1 kita ini, secara keuntungan itu Singapura udah memarginalkan keuntungan (kita) dari tahun 1949 sampai 2021. Dia udah menikmati banget itu," kata Arista saat dihubungi.

Dia bercerita untuk ruang udara Indonesia ada 2 yakni FIR Jakarta (Bandara Soekarno Hatta) dan FIR Makassar.

FIR 1 itu berada di wilayah Indonesia Barat dan sebagian Kalimantan Barat. FIR region 2 itu berada di Indonesia bagian tengah dan timur. Dia mengatakan bahwa FIR 1 sejak tahun 1949 sempat dipegang oleh pihak bandara Changi karena Indonesia pada 1949 tak mengirimkan wakil di ICAO dan dianggap belum siap teknologinya.

"Dari tahun 49 itu berlarut-larut sampai era Jokowi. Pada waktu era Jokowi, FIR yang barat itu ada kesepakatan. Tapi kayaknya enggak bisa total, artinya enggak bisa memuaskan 100% Indonesia karena kita dibatasi. Kita itu berdaulat di atas 60 ribu/33 ribu feet kalau enggak salah artinya itu wilayah itu secara komersil nilainya sedikit," kata dia.

Sementara yang di bawah 33 ribu sampai 0 yang menguasai Singapura yang merupakan aktivitas sibuk untuk landing dan take off sehingga lebih menguntungkan. Dia mengaku merasa heran mengapa Singapura sekarang melirik FIR 2 lewat perjanjian ini. Padahal di FIR 2 kata dia, penerbangan dari dan ke Singapura relatif sedikit.

Chairman Aviation School AIAC ini menambahkan, selama ini FIR 2 juga tidak ada masalah dan pilot-pilot yang terbang di ruang udara itu tak pernah mengeluhkan. Seharusnya ruang udara itu dikuasai sepenuhnya oleh Indonesia.

"Jadi FIR itu ngomongnya bukan bisnis aja ya. Yang pertama itu dignity, kedaulatan. Selama saya berbaur dengan pilot-pilot, referensi dari berbagai sumber, FIR 2 itu lebih bagus kualitasnya. Jadi ngapain kalau udah bagus, pilot kita happy, terus diutak-atik. Itu kan enggak perlu," kata dia lagi.

Menurutnya, jelas untuk Perjanjian FIR ini akan sangat memuaskan bagi Singapura namun tidak bagi Indonesia. Padahal tak perlu kerja sama sekalipun, Indonesia menurut pakar penerbangan ini siap saja bagi teknologi maupun kemampuan sumber daya manusia (SDM). 

"Secara ekonomi kita banyak digerus. Cari penyakit aja bingung saya. Kadang-kadang pak Jokowi itu dapat masukan banyak yang salah mengenai penerbangan," ucapnya.

Diketahui ruang udara Indonesia selama ini terbagi dua yakni FIR 1 dan FIR 2 yang dikelola oleh 2 pusat pelayanan lalu lintas udara yaitu Jakarta Air Traffic Service Center untuk Jakarta FIR seluas 2,593,150 Km2 dan Makassar Air Traffic Service Center untuk Ujung Pandang FIR seluas 4,946,543 Km2. Di ruang udara seluas itu, berdasarkan data tahun 2019, AirNav Indonesia melayani rata-rata 6,125 pergerakan pesawat udara per hari baik yang sifatnya take-off/ landing, maupun penerbangan lintas (overflying) antar negara. 

Ruang udara Indonesia berbatasan langsung dengan sejumlah ruang udara negara lain yakni Australia (Melbourbe FIR dan Brisbane FIR), Srilanka (Colombo FIR), Singapura (Singapore FIR), Malaysia (Kuala Lumpur FIR dan Kota Kinabalu FIR), Filipina (Manila FIR), Amerika Serikat (Oakland Oceanic FIR), Papua Nugini (Port Moresby FIR), dan India (Chennai FIR).

Dihubungi terpisah, pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana dari Universitas Indonesia (UI) juga mengomentari soal Perjanjian FIR ini. Hikmahanto menilai, Indonesia juga tidak diuntungkan dengan ratifikasi Perjanjian FIR ini. 

"Mengapa? Dalam perjanjian penyesuain FIR (Perjanjian FIR) yang ditandatangani oleh Singapura dan Indonesia disebutkan dalam siaran pers Menko Marves bahwa di wilayah-wilayah tertentu yang berada dalam kedaulatan Indonesia pada ketinggian 0-37,000 Indonesia mendelegasikan ke Otoritas Penerbangan Singapura," kata Hikmahanto saat berbincang dengan Bloomberg Technoz, Kamis malam (16/3/2023)

Padahal menurut Hikmahanto, sesuai dengan Pasal 458 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yakni pendelegasian kepada negara soal navigasi hanya boleh 15 tahun setelah UU ini diundangkan. Oleh karena itu saat ini seharusnya tidak boleh lagi ada pendelegasian dan harus dihentikan pada 2024.

Bunyinya sebagai berikut:

"Wilayah  udara  Republik  Indonesia,  yang  pelayanan  navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan  perjanjian  sudah  harus  dievaluasi  dan  dilayani oleh  lembaga  penyelenggara  pelayanan  navigasi  penerbangan paling  lambat  15  (lima  belas)  tahun  sejak  Undang Undang  ini berlaku"

Apalagi kata dia sebagaimana dimuat dalam media-media di Singapura, pendelegasian sebagian FIR ke Singapura ini dalam jangka waktu 25 tahun dan bisa diperpanjang. Hikmahanto mempertanyakan bukankah hal itu menyimpang dari UU.

"Padahal Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan telah membulatkan tekad untuk mengambil alih pengelolaan FIR di atas kedaulatan Indonesia tanpa ada pendelegasian. Lalu mengapa dalam perjanjian FIR ada pendelegasian? Cuma pejabat yang menegosiasikan perjanjian FIR yang dapat menjawab," ujar Guru Besar Hukum Internasional di Fakultas Hukum UI ini.

Sementara tahun 2022 usai RI-Singapura meneken kerangka Perjanjian FIR, pemerintah merilis poin-poin dalam perjanjian itu. Di dalamnya memang terdapat soal pendelegasian itu kepada Singapura sekalipun tak diterakan angkanya, dilansir dari laman Sekretariat Kabinet yang diunggah pada 27 Januari 2022

Dicatat ada 5 elemen dalam Perjanjian FIR sebagaimana di bawah ini.

Pertama, penyesuaian batas FIR Jakarta yang melingkupi seluruh wilayah teritorial Indonesia sehingga perairan sekitar Kepulauan Riau dan Natuna yang sebelumnya masuk dalam FIR Singapura menjadi bagian dari FIR Jakarta.

Kedua, Indonesia berhak dan bertanggung jawab atas Penyediaan Jasa Penerbangan (PJP) pada wilayah informasi penerbangan yang merupakan FIR Indonesia yang selaras dengan batas-batas laut teritorial. Namun terkait hal ini, Indonesia akan memberikan PJP di sebagian area FIR Indonesia yang berbatasan dengan FIR Singapura. Indonesia memberikan delegasi pelayanan jasa penerbangan pada area tertentu di ketinggian 0-37.000 kaki kepada otoritas penerbangan Singapura. Namun di ketinggian 37.000 kaki ke atas tetap dikontrol Indonesia.

Ketiga, menyepakati pengelolaan ruang udara untuk penerbangan sipil, Singapura juga menyepakati pembentukan kerangka Kerja Sama Sipil dan Militer dalam Manajemen Lalu Lintas Penerbangan atau Civil Military Coordination in ATC (CMAC). 

Keempat, Singapura juga berkewajiban menyetorkan kutipan biaya jasa pelayanan penerbangan yang diberikan kepada pesawat yang terbang dari dan menuju Singapura kepada Indonesia.

Kelima, Indonesia juga berhak untuk melakukan evaluasi operasional atas pemberian pelayanan navigasi penerbangan yang dilakukan oleh Singapura guna memastikan kepatuhan terhadap ketentuan ICAO.

(ezr)

No more pages