Logo Bloomberg Technoz

IESR: Emisi Industri Nikel di RI 40% Lebih Tinggi dari Dunia

Dovana Hasiana
24 January 2024 14:40

Fasilitas pemrosesan nikel yang dioperasikan oleh Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara, Indonesia, Rabu (8/3/2023). (Dimas Ardian/Bloomberg)
Fasilitas pemrosesan nikel yang dioperasikan oleh Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara, Indonesia, Rabu (8/3/2023). (Dimas Ardian/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta – Institute for Essential Services Reform (IESR) mencatat total emisi dari produksi nikel di Indonesia per satuan produk mencapai 30% hingga 40% lebih tinggi dari rata-rata produksi nikel di dunia.

Alasannya, produksi nikel di Indonesia masih menggunakan listrik yang sebagian besar berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara dan diklaim merusak hutan. 

“Produksi nikel di Indonesia emisinya kira-kira 30% hingga 40% di atas rata-rata emisi produksi dunia. Misalnya di Australia. Sebab, kita merusak hutan dan pakai PLTU. Negara lain kan menggunakan pembangkit listrik tenaga air [PLTA],” ujar Direktur Eksekutif  IESR Fabby Tumiwa saat dihubungi, Rabu (24/1/2024).

Menurut Fabby, biaya kerusakan lingkungan dan sosial yang dirasakan oleh Indonesia dari kegiatan hilirisasi nikel justru lebih besar dibandingkan dengan manfaat ekonomi yang selama ini digaungkan oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

Daftar negara paling boros menghasilkan emisi/polusi. (dok Bloomberg)

“Kita hanya orientasi penerimaan penjualan nikel hari ini,  misalnya seperti Morowali. Namun, kalau ketika nikel habis, mau jadi apa daerah itu? Semenetara itu, kerusakan lingkungannya sudah besar-besaran,” ujarnya.

Menghitung Biaya Sosial