Logo Bloomberg Technoz

Seorang pejabat Badan Pengembangan Keluarga China telah meminta seluruh pemerintah daerah membuat kebijakan inovatif dan kreatif untuk mendorong angka kelahiran di masing-masing wilayahnya. Menurut dia, tingginya biaya pernikahan di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil menjadi salah satu alasan minimnya warga China yang ingin menikah dan memiliki anak.

Pada bulan Januari, sebuah daerah di pusat Provinsi Hebei mulai menggemakan caili sebagai tradisi pernikahan yang tak baik. Sebuah kabupaten di pesisir Provinsi Jiangsu juga menyebarkan kampanye mencari ibu mertua yang paling cantik, agar orang tua calon mempelai wanita tak meminta mahar tinggi atau mahal.

Bahkan, sebuah kota di daerah Jiangxi meminta para wanita lajang menandatangani surat perjanjian untuk tak meminta caili dalam jumlah tinggi, Februari lalu. Sementara di ibu kota provinsinya, sebuah pernikahan massal digelar pada Hari Perempuan Internasional yang mengusung slogan: "Kami ingin kebahagiaan bukan mahar pengantin."

Populasi China Diperkirakan akan terus menurun jika pemerintah tidak mengintervensi dan mengambil tindakan. (Sumber: Bloomberg)

Serangkaian perubahan kebijakan terbaru tersebut mencerminkan tekad China yang ingin menaikkan angka kelahiran negara. Para pejabat pun tengah meningkatkan subsidi bagi bayi yang baru lahir, dan mendorong cuti menikah bagi pekerja. Bahkan, pemerintah melonggarkan aturan sehingga mengizinkan pasangan yang belum menikah untuk mendaftarkan anak mereka secara administratif. 

Kendati demikian, langkah pemerintah China ini diduga hanya menguntungkan pekerja laki-laki. Hal ini merujuk pada sikap Presiden Xi Jinping yang masih mendesak perempuan untuk kembali ke peran tradisional atau ibu rumah tangga. 

“Kecil harapannya untuk dapat membalikkan angka penurunan kelahiran, kecuali jika masalah yang mengakar seperti ketidaksetaraan gender ditangani,” kata Feinian Chen, seorang profesor sosiologi di Universitas Johns Hopkins. Menurut dia, jika wanita masih diharapkan menjadi pengasuh utama di rumah tangga, biaya untuk memiliki satu atau lebih anak masih akan terlalu tinggi.

Jika ditelusuri hingga ke akar, penyebab fenomena harga mempelai ini adalah aturan satu anak yang ketat (one-child policy). Kebijakan yang lebih mementingkan anak lelaki itu menciptakan ketidakseimbangan gender yang akhirnya membuat keluarga mempelai wanita seringkali meminta harga mahar yang tinggi. 

Masalah ini umumnya terjadi di daerah pedesaan dengan rasio gender yang tidak seimbang. Awal tahun ini, pengguna internet dari desa-desa di tujuh provinsi menyampaikan keluhannya tentang tuntutan biaya pernikahan yang tidak dapat dipenuhi. Media pemerintah China juga semakin menyoroti beban pernikahan yang dihadapi keluarga di pedesaan.

Pemerintah terus berupaya untuk menegaskan bahwa praktik tersebut adalah tradisi kuno yang harus ditinggalkan. 

Kailing Xie, dosen studi gender di University of Birmingham mengatakan, masyarakat China masih memandang prosesi seserahan sebagai aspek penting dalam pernikahan. Menurut dia, masyarakat justru akan kehilangan minat untuk menikah jika tak ada mahar. “Menghalangi tradisi ini tak akan menyelesaikan masalah yang mengakar,” kata dia. 

Para pejabat di provinsi Fujian pun mengaku kampanye larangan tradisi mahar yang mahal sangat sulit dilakukan. Seorang kepala desa di kota di Hebei mengatakan, masih ada beberapa keluarga yang mematok mahar hingga 300.000 yuan atau sekitar Rp 664 juta untuk acara tunangan. Padahal, wilayah tersebut sudah melarang mahar dan tradisi kuno lainnya, sejak 2021.

“Pejabat desa tidak bisa melarang tradisi ini, kecuali mereka mau memberikan anak lelaki saya, seorang perempuan untuk dinikahi,” kata Wang Ling, yang putranya diminta mahar lebih dari 40 kali gaji bulanannya oleh keluarga calon istrinya.

Wang pun turut membantu melunaskan biaya pernikahan anaknya dan menghabiskan seluruh tabungannya dengan merogoh kocek sebesar 328.000 yuan (Rp 727 juta). "Jika pihak lelaki tidak dapat membayarkan mahar, pernikahannya batal," kata Wang. 

--Dengan asistensi Yujing Liu.

(bbn)

No more pages