Logo Bloomberg Technoz

Sinyal Resesi di AS Makin Kuat, Investor Tinggalkan Pasar RI

Ruisa Khoiriyah
08 March 2023 14:31

Ilustrasi Analis Mencermati Perdagangan Saham di Bursa Wall Street (Dok Bloomberg)
Ilustrasi Analis Mencermati Perdagangan Saham di Bursa Wall Street (Dok Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Gejolak di pasar global semakin tajam menyusul pernyataan terbaru Ketua The Federal Reserves Jerome Powell pada Selasa malam waktu Indonesia. Aksi jual terjadi di seluruh pasar, menyeret indeks saham dan menjatuhkan nilai tukar berbagai mata uang di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Mendapati perkembangan termutakhir sinyalemen arah bunga The Fed, pelaku pasar berbalik posisi dan bersiap-siap menghadapi risiko resesi dalam beberapa kuartal ke depan.

Kabar buruk tengah melingkupi pasar keuangan di seluruh dunia. Pasca pernyataan Powell di hadapan Kongres AS semalam, pasar obligasi Negeri Paman Sam merespons dengan gambaran yang mendebarkan. Tingkat yield atau imbal hasil surat utang pemerintah AS tenor 2 tahun langsung melejit ke posisi 5,04%, tertinggi sejak 2007. Di saat yang sama, yield US Treasury 10 tahun berada di 3,99% dan yield obligasi tenor 30 tahun tidak banyak bergerak.

Dalam kondisi normal, yield obligasi tenor pendek lebih rendah ketimbang yang tenor panjang. Ini karena risiko utang dalam jangka pendek lebih rendah, sehingga preminya pun lebih rendah dari yang jangka panjang.

Ketika yield obligasi jangka pendek lebih tinggi dari yang jangka panjang, itu disebut inversi. Kondisi ini kerap kali menjadi sinyal akan terjadi resesi dalam 12-18 bulan ke depan karena pasar melihat risiko dalam jangka pendek lebih besar dibandingkan jangka panjang.