Logo Bloomberg Technoz

Adapun, sumber daya panas bumi yang termanfaatkan baru mencapai 1.948,5 MW yang terdiri dari 13 pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di 11 wilayah kerja panas bumi (WKP).

Berdasarkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN tahun 202—2030 dan dokumen hijau PGE, secara keseluruhan industri panas bumi Indonesia diperkirakan berkontribusi hingga 16% dari total target dekarbonisasi nasional 2030.

“Jika pertumbuhan PGEO mengikuti rencana skenario agresif, perusahaan akan berkontribusi terhadap 5% pengurangan karbon nasional pada 2030 serta berkontribusi 89 juta ton penghindaran CO2 selama 10 tahun kedepan,” kata Julfi.

Selain mengembangkan panas bumi, lanjutnya, Pertamina grup memiliki strategi lain untuk menurunkan emisi karbon sektor pembangkit dan manufaktur.

Beberapa di antaranya adalah menjajaki bisnis hidrogen hijau dan metanol hijau, ekstraksi silika, serta mempromosikan sistem kredit karbon.

“Kami mempromosikan sistem kredit karbon di Indonesia yang sedang berkembang dengan memasok kredit karbon ke agregator utama Pertamina Geothermal Energy, yaitu Pertamina New Renewable Energy [PNRE],” ujarnya.

Pada perhelatan COP28 juga dilaksanakan joint statement kemitraan lapangan panas bumi Suswa, Kenya antara PGEO, Geothermal Development Company (GDC), dan salah satu pemegang saham PGE, Masdar.

Joint statement ini diumumkan oleh Presiden Republik Kenya William Ruto pada Sabtu (2/12/2023) waktu setempat. Adapun, tujuan dari joint statement ini adalah untuk mengakselerasi pengembangan lapangan panas bumi Suswa. 

“Kemitraan yang memiliki nilai investasi US$1,2 miliar ini ditujukan untuk pengembangan 300 MW tenaga panas bumi pada 2030. Infrastruktur awal proyek ini pun akan segera dimulai,” ujar William Ruto.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priaadi memperkirakan potensi panas bumi yang dimiliki Indonesia mencapai 23 gigawatt (GW), tetapi baru termanfaatkan sekitar 2,3 GW.

“Ke depan, permintaan listrik di dalam negeri juga akan meningkat, negara maju juga meningkat kebutuhannya. Lalu apakah bisa diekspor? Nanti kita lihat, yang jelas pemerintah selalu mengutamakan kepentingan dalam negeri terlebih dahulu, baru kita bisa ekspor,” ujarnya di sela acara International Geothermal Convention and Exhibition Forum, akhir September.

Untuk saat ini, kata Yudo, fokus pemerintah adalah bagaimana meningkatkan pemanfaatan sumber energi panas bumi yang melimpah di dalam negeri.

Di samping itu, salah satu tantangan ekspor panas bumi adalah sifatnya yang sangat tergantung pada lokasi. Berbeda dengan energi baru lain seperti tenaga surya, yang belum lama ini direncanakan untuk diekspor sebagai ‘listrik hijau’ ke Singapura.

(wdh)

No more pages