Logo Bloomberg Technoz

Menurut Endang, proyek tersebut penting bagi pemerintah karena akan menjadi pencitraan komitmen Indonesia terhadap target emisi nol bersih atau net zero emission (NZE) 2060 kepada dunia. PLTS tersebut akan dapat memberikan kontribusi terhadap NZE sebesar 245 GWh/Tahun Energi Hijau dan 214.000 Ton reduksi CO2/Tahun.

"Masdar, dengan pengalaman dan sumber daya keuangan yang besar, menjadi salah satu pihak yang mendukung pengembangan proyek PLTS Cirata ini, diharapkan akan berkontribusi pada ketahanan energi dan keberlanjutan lingkungan di Indonesia," katanya.

Di sisi lain, lanjut Endang, tarif PLTS Terapung Cirata yang sangat kompetitif aman diklaim dapat menurunkan biaya pokok produksi (BPP) dan membuat PLN lebih mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap anggaran subsisdi atau kompensasi.

PLTS Terapung Cirata juga merupakan skala utilitas pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara yang memiliki kapasitas 145 MW Ac atau setara 192 MWp, menempati areal waduk seluas 200 hektare, dan memiliki tarif kompetitif US$5,8 sen/kWh. 

Pembangunannya melibatkan komunitas lokal sebanyak kurang lebih 1.400 pekerja dari sekitar lingkungan proyek dan UMKM.

Kontribusi EBT Minim

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priaadi sebelumnya mengatakan PLTS Terapung Cirata berkapasitas 149 MWp itu tetap akan menambah bauran energi bersih, meski tidak signifikan.

"Dengan adanya PLTS ini, mungkin [hanya] bertambah nol koma sekian persen, ya," ujarnya saat ditemui, medio bulan lalu.

Meski begitu, Yudo berharap PLTS itu dapat menjadi katalis dan tonggak awal untuk lebih menambah ladang investasi  energi baru terbarukan (EBT), khususnya di sektor tenaga surya. " Itu akan jadi milestone yang luar biasa.

Di tempat terpisah, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana membenarkan, beroperasinya PLTS Cirata memang tidak serta-merta menambah bauran EBT yang signifikan.

Terlebih, proyek-proyek pembangkit yang menggunakan energi fosil masih mendominasi dibandingkan dengan EBT.

"Kalau persentase itu dibagi kan, yang nambah dibagi dengan yang total, yang totalnya itu penjumlahan yang EBT dengan yang non-EBT. Nah, non-EBT nambahnya banyak, jadi pendapatan presentasenya jadi kecil," ujar Dadan di kantornya.

(wdh)

No more pages