Logo Bloomberg Technoz

Memperpanjang Hidup Batu Bara

Mereka menilai, berbagai ‘solusi palsu’ yang kerap dipromosikan pemerintah tersebut meliputi penggunaan bioenergi berbasis kayu, penghiliran batu bara (gasifikasi), co-firing pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), hingga penerapan carbon capture and storage (CCS) atau carbon capture, utilization and storage (CCUS).

"Berbagai bentuk ‘solusi palsu’ ini justru memperpanjang masa hidup energi fosil dan dampak negatifnya, mendorong perampasan dan ketimpangan penguasaan lahan, memperbesar kerusakan ekologi, dan menghilangkan sumber perekonomian masyarakat."

Di sisi lain, pemerintah sendiri telah berkali-kali mengakui tidak bisa begitu saja meninggalkan batu bara seutuhnya dalam bauran energi nasional. Apalagi, sebuah pernyataan dari Indonesian Mining Association (IMA) menyebut cadangan batu bara Indonesia masih cukup untuk 200 tahun ke depan jika masih bisa diekspor, bahkan 500—600 tahun ke depan jika sudah tidak bisa diekspor.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan – yang saat ini sedang nonaktif untuk menjalani pemulihan kesehatan – pernah menegaskan Indonesia tidak akan terpengaruh oleh desakan negara-negara maju untuk meninggalkan pembangkit batu bara dalam proyek-proyek industri hijau. 

Kalau kamu menghentikan semua batu bara, ya matilah negeri ini.

Luhut Binsar Pandjaitan

Dalam kaitan itu, Luhut merespons kritik bahwa Indonesia masih saja menggunakan PLTU untuk kawasan industri hijau dan di tengah masifnya pengembangan ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) berikut baterainya.

“Saya bilang, ekuilibriumnya harus ada. Kalau kamu menghentikan semua batu bara, ya matilah negeri ini. Jadi baseload itu harus tetap ada. Kalau pakai panel surya itu hanya bisa siang hari. Kan belum ada baterai yang bisa menyimpan [listrik tenaga surya dalam waktu panjang]. Nanti kalau ada teknologi itu, baru itu akan bisa,” ujarnya saat ditemui usai acara Marine Spatial Planning and Services Expo (MSPS) 2023, Selasa (19/9/2023).

Menurutnya, pemerintah masih mengizinkan kawasan industri hijau beroperasi menggunakan PLTU  bukan tanpa alasan. Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) di Kalimantan Utara, misalnya, menggunakan PLTU 1x1 GW dari Adaro Group untuk menghidupkan smelter aluminium yang akan digunakan untuk komponen EV.

“Semua sudah kami hitung dengan cermat. Nah ini kita [emisi karbonnya] baru 2,3 ton per kapita. Ingat, jadi kamu jangan dipengaruhi oleh pikiran-pikiran negara maju itu. Mereka emisinya sudah 15 ton per kapita. Bandingkan 2,3 ton per kapita dengan 15 ton per kapita,” tegasnya.

Bagaimanapun, Luhut tetap menggarisbawahi pada satu titik Indonesia pasti akan meninggalkan batu bara beremisi tinggi sebagai sumber utama ketenagalistrikan. Terlebih, teknologi super untuk menurunkan emisi karbon sudah makin banyak.

“Itu pertama. Lalu kedua, dengan teknologi itu, kita bisa inject [emisi CO2] ke reservoir maupun saline ecofire. Jadi teknologi ini berkembang sangat pesat. Jadi saya melihat, bukan tidak mungkin batu bara itu menjadi masalah lagi, karena emisi karbonnya bisa ditangkap [dengan sistem CCS/CCUS],” terangnya. 

Mayoritas PLTU batu bara di Indonesia berusia masih muda./dok. Bloomberg

Berikut beberapa upaya transisi energi di Indonesia yang dinilai sebagai ‘solusi palsu’:

Co-firing PLTU

Co-firing biomassa menjadi cara baru bagi PT PLN (Persero) yang diklaim mampu mengurangi emisi PLTU, yang dimaksudnya untuk memperpanjang usia pembangkit berbasis batu bara. Cara ini diklaim mampu mengurangi emisi, dengan mencampuri sumber energi menggunakan biomassa sekitar 5%.

Jenis biomassa untuk co-firing mencakup pelet kayu, serbuk gergaji, cangkang sawit, solid recovered fuel (SRF) sampah, sekam padi, serpihan kayu, tongkol jagung, dan batok kelapa, yang juga diambil melalui hutan.

Namun, menyitir riset Trend Asia, penggunaan co-firing tersebut justru akan tetap menambah emisi akibat proses pembakaran yang dilaluinya, serta deforestasi akibat penebangan pohon untuk memenuhi biomassa tersebut.

"Klaim biomassa untuk pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor pembangkit tidak akan tercapai karena co-firing juga melepaskan emisi dari perubahan tata guna lahan [land use]," papar dokumen itu.

Gasifikasi Batu Bara

Selain itu, solusi transisi energi seperti penghiliran atau gasifikasi batu bara juga dinilai palsu. Pasalnya, solusi ini ahnya akan mempertahankan energi fosil untuk terus digunakan.

Selain itu, proyek gasifikasi batu bara tidak realistis secara ekonomis, terlebih jika dijalankan tanpa sokongan anggaran negara dan hanya mengandalkan kucuran dana investor.

" Untuk itu, hilirisasi batu bara merupakan bentuk solusi palsu dalam transisi energi," papar white paper itu.

Gasifikasi sendiri merupakan proses konversi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai substitusi gas minyak cair atau liquified petroleum gas (LPG), yang diklaim lebih bersih.

Ilustrasi emisi karbon (Sumber: Bloomberg)

Penerapan CCS/CCUS

Hal lainnya yakni program penerapan teknologi penangkapan karbon atau CCS/CCUS. Dengan cara ini, pemerintah mengeklaim mampu mengurangi emisi karbon yang signifikan. Bahkan, pemerintah telah menargetkan pengurangan emisi sebesar 6 juta ton per tahun pada 2030 dan meningkat menjadi 190 juta ton per tahun pada 2060.

Proyek ini dinilai hanya akan menghamburkan dana, padahal penerapannya hingga kini masih terbilang belum cukup maksimal dalam menekan emisi.

"Jika pemerintah melihat kepentingan yang lebih besar, biaya untuk CCUS dapat berpeluang untuk mendanai pembangunan energi terbarukan. CCUS juga memiliki peluang untuk tetap mempertahankan penggunaan batu bara di lndonesia."

Dana Transisi Energi RI

Indonesia sendiri sebelumnya telah mendapat beberapa sokongan dana Internasional, guna memenuhi target nol emisi karbon sesuai dengan kesepatakan iklim Paris untuk mencegah kenaikan suhu global di atas 1,5 derajat celcius. Namun, komitmen penggunaannya untuk suntik mati PLTU batu bara masih diragukan. 

Beberapa pendanaan tersebut yakni:

  1. Pembiayaan ClF-ACT lewat Asian Development. Bank dan World Bank Croup sebesar USS$500 jutauntuk pemensiunan 2 GW PLTU dalam 5—10 tahun, serta 400 MW kapasitas terpasang energi terbarukan dan 90 MW storage.
  2. Energy Transition Mechanism (ETM) yang dikelola oleh PT Sarana Multi lnfrastruktur yang menargetkan pemensiunan 15 GW PLTU lewat blended finance.
  3. Just Energy Transition Partnership (JETP) lewat lnternational Partner Croup sebesar US$20 miliar dengan target puncak emisi 290 juta ton setara CO2 dan 34% bauran energi terbarukan pada 2030.

(wdh)

No more pages