Logo Bloomberg Technoz

Riset tersebut juga memantau sebanyak 72 armada batu bara berkapasitas 43,4 GW yang terhubung ke jaringan listrik PT PLN (Persero).

Negara-negara di dunia dengan eksposur tertinggi terhadap PLTU berbasis batu bara. (Dok. Bloomberg)

Dalam perkembangannya, kejelasan mengenai skema pensiun dini PLTU batu bara masih terkatung-katung. 

Hingga kini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih menyiapkan realisasi penggunaan dana bantuan dari program Just Energy Transitions Partnership (JETP) untuk transisi energi di Indonesia. 

Menteri ESDM Arifin Tasrif  menjelaskan salah satu tugas Tim Kerja JETP dalam enam bulan ke depan adalah merampungkan peta jalan pensiun dini PLTU batu bara.

"Timeline penghapusan PLTU akan kami buat. Menunya sudah ada. Nanti dipilih [PLTU] mana-mana dahulu yang paling applicable, paling implementable [untuk dipensiunkan]. Nanti jika sudah dipensiunkan akan diganti dengan pembangkit listrik dengan energi yang lebih bersih," ujar Arifin melalui siaran pers, yang dilansir Senin (20/02/2023).

Untuk menentukan PLTU mana yang akan dipensiunkan, Arifin mengatakan Kementerian ESDM akan memprioritaskan PLTU yang wilayah produksi listriknya berlebih dan sudah tidak efisien lantaran pembakarannya sudah tidak sesuai dengan spesifikasi awal.

"Nanti akan dipilih wilayah mana yang produksi listriknya berlebihan, unitnya sudah tidak efisien karena konsumsi bahan bakarnya pasti boros. Kalau pembakarannya sudah tidak seperti spek awalnya, otomatis energi yang dihasilkan juga tidak lagi optimal," jelas Arifin.

Kenaikan kapasitas PLTU berbasis batu bara di Indonesia dalam 1 dekade terakhir. (Sumber: Bloomberg)

Selanjutnya, Arifin menggarisbawahi pensiun dini PLTU tidak akan merugikan pemilik pembangkit karena, pada prinsipnya, aset PLTU tersebut akan dibeli kemudian dioperasikan dengan waktu yang lebih cepat untuk penghentiannya.

"Tidak akan merugikan pemilik PLTU karena nanti akan dihitung sebetulnya nilai asetnya itu berapa dan bagaimana kalau mempercepatnya, bukan menutupnya. Kita tidak bisa menutupnya. Misalnya, [izin operasionalnya] masih tersisa berapa tahun, misalnya 15 tahun, bisa dipercepat lagi tidak menjadi 3 tahun? Nah, 3 tahun itu kompensasinya apa? Kami akan melihat nilainya saat ini berapa dan saat 3 tahun berapa. Jadi, intinya harus ada keterbukaan berdasarkan best practice yang ada," jelas Arifin.

Arifin juga menyinggung program lain terkait dengan pembangkit dengan tujuan menurunkan emisi, yakni dengan mengonversi pembangkit tinggi emisi dengan yang rendah emisi. Misalnya, dengan mengonversi pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil dengan gas.

"Kami juga akan melihat yang lainnya seperti pembangkit BBM dan kami akan mempercepat konversi pembangkit BBM ke gas dan dari gas ke energi baru dan tercepat adalah konversi pembangkit ini jika ingin menurunkan emisi dan biaya [operasional]," jelasnya.

Penambahan kapasitas PLTU batu bara di Indonesia dibandingkan dengan tingkat global sejak 2016. (Sumber: Bloomberg)

Sekadar catatan, JETP diluncurkan di sela G20 di Bali pada November 2022. Koalisi negara-negara maju akan memobilisasi dana hibah dan pinjaman lunak senilai US$20 miliar selama periode 3—5 tahun melui program tersebut.

Donor program JETP mencakup Kanada, Denmark, Jerman, Irlandia, Italia, Jepang, Norwegia, Inggris dan Amerika Serikat (AS).

Tujuannya adalah untuk membantu Indonesia menutup pembangkit listrik tenaga batu bara dan memajukan tenggat emisi puncak sektor pembangkit listrik dalam 7 tahun hingga 2030.

Komitmen pembiayaan terssebut mengurangi beban negara sekitar US$600 miliar, yang dibutuhkan untuk menghapuskan operasional listrik berbasis batu bara demi jaringan listrik yang ditenagai oleh energi terbarukan.

Kebutuhan investasi transisi energi di Indonesia. (Sumber: Bloomberg)

Tidak Cukup

Bagaimanapun, kesepakatan penting senilai US$20 miliar itu dinilai tidak cukup untuk membuat negara ini berada di jalur yang tepat untuk memenuhi tujuan iklim global, menurut lembaga think tank energi Ember.

Seperti dikutip dari Bloomberg News, Indonesia dinilai perlu melakukan lebih dari sekadar komitmen JETP untuk membantu menjaga suhu global agar tidak naik lebih dari 1,5 derajat celcius dari rata-rata praindustri.

Analisis Ember menggarisbawahi tantangan yang dihadapi negara-negara kurang berkembang ketika mereka berusaha untuk menuai hasil dari pembangunan industri yang dialami negara-negara kaya beberapa dekade lalu, tanpa menghasilkan emisi pemanasan planet dalam jumlah besar.

“Indonesia perlu menghentikan lebih banyak pembangkit listrik batu bara lebih awal dan mengurangi tingkat operasional pembangkit yang tersisa, sekaligus mempercepat adopsi energi terbarukan,” kata analis Ember termasuk Achmed Shahram Edianto dalam laporan yang dilansir pengujung Januari tersebut. 

Polusi pembangkit listrik berbasis batu bara. (Sumber: Bloomberg)

Di sisi lain, kemitraan JETP sekaligus dinilai akan bertindak sebagai katalisator untuk menarik investasi hijau ke sektor yang lebih luas.

Sebuah laporan dari Sustainable Fitch, bagian dari Fitch Group, memaparkan jika berjalan sukses di Indonesia, prakarsa pendanaan senilai US$20 miliar ini dapat berfungsi sebagai peta jalan untuk ekonomi intensif karbon lainnya di Asia Tenggara.

“[Program] memiliki potensi untuk menginspirasi lebih banyak kepercayaan di kalangan investor untuk mendanai proyek transisi pasar berkembang tahap awal di mana modal seringkali paling dibutuhkan,” kata laporan yang diterbitkan akhir Desember itu.

Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 31,89% melalui skenario bisnis seperti biasa (business as usual) pada 2030, atau sebesar 43,20% jika melalui bantuan internasional.

Indonesia juga merupakan negara kedua yang mengumumkan JETP, menyusul aksi serupa oleh Afrika Selatan pada konferensi COP26 di Glasgow, Inggris pada 2021.

“Kedua negara bergantung pada ekspor batu bara yang membentuk persentase cukup besar dari PDB mereka. Kemitraan Indonesia sejauh ini merupakan komitmen terkuat negara ini untuk mengurangi ketergantungannya pada batu bara, dan kami berharap akan melihat lebih banyak proyek pembangkit listrik tenaga batu bara bergerak menuju pensiun dini dalam jangka pendek hingga menengah,” catat laporan Fitch.

Sustainable Fitch menambahkan bahwa keberhasilan program di Indonesia, yang saat ini merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ke-8 di dunia, dapat menjadi preseden bagi negara lain yang bergantung pada bahan bakar fosil untuk dapat mendekarbonisasi ekonomi mereka.

Akan tetapi, lembaga tersebut memperingatkan bahwa bank pembangunan sektor swasta dan multilateral juga menghadapi tugas berat dalam mengimplementasikan rencana JETP karena berbagai alasan.

Salah satunya lantaran peringkat Indonesia yang sering “buruk” pada indeks korupsi global, sehingga dibutuhkan proses pelaporan dan verifikasi yang tepat. untuk memastikan bahwa Indonesia terus memenuhi janjinya dalam menggunakan dana JETP.

Sumber tenaga pembangkit listrik di Indonesia. (Sumber: Bloomberg)

(wdh)

No more pages