Logo Bloomberg Technoz

Imbal Hasil AS Tertinggi Sejak 2006, Rupiah Hari Ini Bisa Ambles

Ruisa Khoiriyah
18 October 2023 08:05

Karyawan memperlihatkan uang dolar AS dan rupiah di pusat penukaran uang di Jakarta, Rabu (11/10/2023). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)
Karyawan memperlihatkan uang dolar AS dan rupiah di pusat penukaran uang di Jakarta, Rabu (11/10/2023). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Niai tukar rupiah kemungkinan akan kembali melemah hari ini tertekan kenaikan ekspektasi kenaikan bunga acuan Federal Reserve di sisa tahun ini menyusul data penjualan ritel Amerika yang menunjukkan ketangguhan. 

Ditambah peningkatan eskalasi konflik bersenjata di Timur Tengah yang menaikkan kekhawatiran bakal meluas dengan Iran turun tangan, dolar AS sebagai safe haven semakin menjadi buruan sehingga membebani pergerakan valuta yang menjadi lawan, termasuk rupiah. Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan the greenback di hadapan enam mata uang utama dunia, lanjut menguat untuk hari kedua sampai pagi ini.

Konflik yang meningkat di Gaza juga mengerek harga minyak kembali di atas US$ 90 per barel. Harga minyak yang mahal berisiko memantik inflasi global akibat kenaikan harga energi.

Di pasar global, setiap muncul data perekonomian yang memperlihatkan ketangguhan ekonomi Amerika, pada akhirnya kini menjadi kabar buruk bagi pasar karena akan memperkuat potensi keberlanjutan pengetatan moneter oleh Federal Reserve. Ekonomi yang makin tangguh dikhawatirkan dapat mengakselerasi lagi inflasi dan memaksa the Fed terus mengerek bunga.

Aksi jual pemodal global masih berlangsung kali ini bukan hanya di pasar surat utang tapi juga di saham. Imbal hasil Treasury 10 tahun terus melejit dan kini kembali menembus 4,82% terpantau. Alhasil indeks dolar AS lanjut menguat untuk hari kedua sampai pagi ini.