Logo Bloomberg Technoz

Pinjol-Paylater Picu Nafsu Belanja, Ini Tips Berutang Sehat

Ruisa Khoiriyah
16 January 2023 16:49

Rupiah tengah menguat melawan dollar Amerika Serikat (16/1) seiring spekulasi The Fed akan berhenti menaikkan bunga hingga otot dollar melemah (Bloomberg)
Rupiah tengah menguat melawan dollar Amerika Serikat (16/1) seiring spekulasi The Fed akan berhenti menaikkan bunga hingga otot dollar melemah (Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Perkembangan teknologi telah membantu perluasan akses masyarakat terhadap jasa keuangan. Salah satunya adalah kehadiran perusahaan teknologi finansial (tekfin) yang menyediakan pinjaman dengan syarat sangat mudah.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, sampai 5 Januari 2023, jumlah penyelenggara peer-to-peer lending atau fintech lending yang mengantongi izin adalah sebanyak 102 perusahaan. Sampai Oktober 2022 lalu, nilai dana pinjaman yang disalurkan oleh fintech lending menembus Rp 18,72 triliun dengan jumlah debitur mencapai 14,12 juta peminjam. 

Kemudahan mengakses pinjaman melalui aplikasi di ponsel ini melahirkan juga masalah baru. Mulai dari angka kredit macet yang tinggi, makin suburnya entitas pinjol ilegal, sampai kasus-kasus penagihan oleh jasa penagih utang (debt collector) yang sering berlebihan.

Bukan cuma itu, kemudahaan akses pinjaman hanya dengan bermodal KTP dan foto selfie yang ditawarkan dengan bunga tinggi ini, juga semakin merangsang hasrat konsumtif masyarakat. Maklum, kebanyakan pinjaman online bersifat konsumtif karena ditujukan untuk belanja seperti yang disodorkan dalam produk Buy Now Pay Later (BNPL), terutama di aplikasi belanja online. Jarang yang tersedia sebagai pinjaman modal mengingat plafon pinjaman yang tidak besar.

Hal itu bisa menjadi bom waktu ketika tingkat literasi masyarakat masih rendah. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada 2022 menunjukkan, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia baru di angka 49,68%. Sedangkan indeks inklusi keuangan beradai angka 85,1%.