Logo Bloomberg Technoz

Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 2%. Sementara S&P 500 dan Nasdaq 100 berkurang masing-masing 1,4% dan 2,2%.

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS pun naik seiring keputusan pemerintah untuk menggeber penerbitan obligasi akibat keputusan Fitch. Saat penerbitan dinaikkan, maka harga obligasi akan turun dan yield naik. Kenaikan yield membuat surat utang pemerintah Negeri Adikuasa makin menarik sehingga diserbu investor.

“Kita tidak bisa mengabaikan apa yang terjadi di pasar obligasi seiring kenaikan yield,” uja Ed Moya, Senior Market Analyst di Oanda, seperti dikutip dari Bloomberg News.

Yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun saat ini ada di 4,1018%. Ini adalah yang tertinggi sepanjang 20,23.

Yield Obligasi Pemerintah AS Tenor 10 Tahun (Sumber: Bloomberg)

Pasar Keuangan Asia Merah

Kenaikan yield obligasi pemerintah Negeri Adidaya membuat mata uang dolar AS menguat. Pada pukul 10:51 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan 6 mata uang utama dunia) menguat 0,08% ke 102,667, tertinggi sejak awal Juli.

Di Asia, efeknya pun terasa. Indeks saham utama Benua Kuning berjatuhan.

Pada pukul 11:00 WIB, indeks Nikkei 225 (Jepang) turun 1,41%. Hang Seng (Hong Kong) terkoreksi 0,15%, Shanghai Composite (China) minus 0,18%, Kospi (Korea Selatan) melemah 0,47%, Straits Times (Singapura) berkurang 0,13%, KLCI (Malaysia) terpangkas 0,43%.

Tidak hanya di bursa saham, di pasar valas pun mata uang Asia ramai-ramai melemah di hadapan dolar AS. Pada pukul 11:10 WIB, dolar Hong Kong, rupee India, ringgit Malaysia, peso Filipina, dolar Singapura, won Korea Selatan, terdepresiasi masing-masing 0,37%, 0,11%, 0,29%, 0,36%, 0,11%, dan 0,21%. 

Sementara rupiah melemah 0,11%.

Kejadian 2011

Kali terakhir AS mengalami pemangkasan rating adalah pada 2011, yang kala itu pelakunya S&P. Penurunan rating dilakukan pada Agustus 2011, juga dari AAA menjadi AA+.

Sama seperti sekarang, alasan S&P menurunkan rating utang AS disebabkan oleh gaduh dalam pembahasan anggaran. 

“Situasi politik di Washington sudah menyerempet bahaya. Kami melihat pengelolaan dan penyusunan kebijakan di AS menjadi kurang stabil, kurang efektif, dan kurang bisa ditebak,” sebut keterangan tertulis S&P saat itu.

Seperti sekarang, kabar itu membuat pasar ‘terbakar’. Sepanjang Agustus 2011, indeks S&P 500 anjlok 5,68%. Sebulan sesudahnya, tekanan masih berlanjut dan indeks ini melemah lebih dalam menjadi 7,18%.

Baru pada Oktober 2011 pasar sudah mulai tenang, dan harga aset sudah lebih murah karena koreksi yang dalam selama 2 bulan beruntun. Pada Oktober 2011, S&P 500 melonjak 10,77%.

Indeks S&P 500 (Sumber: Bloomberg)

Bagaimana dengan di Indonesia? Apakah kala itu juga terjadi tekanan di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah?

Seperti S&P 500, IHSG juga terkoreksi dalam pada Agustus dan September 2011. Anjlok masing-masing 7% dan 7,62%. IHSG baru melesat pada Oktober 2011 dengan kenaikan 6,81%.

Rupiah juga tertekan. Pada Agustus dan September 2011, rupiah terdepresiasi masing-masing 0,42% dan 3% di hadapan dolar AS. 

Tidak seperti IHSG yang bangkit pada Oktober 2011, tekanan terhadap mata uang Tanah Air terus berlanjut. Pada November 2011, rupiah melemah 3,22%.

IHSG dan Nilai Tukar Rupiah (Sumber: Bloomberg)

(aji/roy)

No more pages