Global Times, tabloid nasionalis dengan nada yang seringkali kurang diplomatis, memperkuat pesan tersebut dalam editorialnya: "Berbeda dengan banyak mediasi masa lalu yang didominasi Barat, China tidak mengadopsi pendekatan yang merendahkan, memaksakan syarat politik, atau mencari keuntungan geopolitik."
Pertemuan-pertemuan itu menggarisbawahi persaingan antara AS dan China dalam memperebutkan pengaruh di Asia Tenggara. Kedua kekuatan tersebut berusaha mendapatkan pujian karena meredakan konflik.
Trump menggambarkan gencatan senjata sebagai keberhasilan yang dipimpin AS. Sementara China menampilkan dirinya sebagai mediator netral dan secara implisit menantang narasi kepemimpinan Washington di kawasan tersebut.
Thailand dan Kamboja menyetujui gencatan senjata segera pada Sabtu—kedua dalam enam bulan—setelah bentrokan perbatasan terbaru menewaskan puluhan tentara dan warga sipil, serta memaksa lebih dari setengah juta orang lainnya mengungsi.
Trump memainkan peran utama dalam meredam pertempuran sebelumnya, menghentikan permusuhan pada Juli dengan mengancam secara terbuka akan menjatuhkan tarif yang memberatkan.
Konflik ini merupakan salah satu dari delapan konflik yang diklaim oleh pemimpin AS sebagai keberhasilannya, dalam upaya agresifnya untuk meraih Hadiah Nobel Perdamaian. Dia telah menggunakan ancaman perdagangan lebih lanjut ketika konflik kembali berkobar.
Trump menyambut baik gencatan senjata terbaru, mengatakan dalam unggahan media sosial bahwa AS, "seperti biasa, bangga telah membantu!"
Sebelum pertempuran kembali meletus awal bulan ini, China terlibat dengan kedua belah pihak, tetapi tetap bersikap relatif lebih tertutup, sesuai dengan kebijakan umumnya agar tidak campur tangan secara terbuka dalam konflik. Namun, Beijing berusaha lebih keras mempublikasikan upayanya kali ini.
Bangkok memberi sinyal bahwa mereka terbuka terhadap pendekatan Beijing, setelah pertemuan pada Minggu. Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa "pihak Thailand menghargai peran dan pemahaman China dalam mendukung perdamaian antara Thailand dan Kamboja melalui cara Asia."
Wang juga mengatakan kepada kedua belah pihak bahwa Beijing bersedia mendukung misi pengamat gencatan senjata, yang diadakan oleh Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), serta memberikan bantuan kemanusiaan.
Menurut laporan Phnom Penh Post, China memberikan bantuan sebesar US$3 juta kepada Kamboja. Pada Senin (29/12/2025), Perdana Menteri Anutin Charnvirakul mengatakan Thailand telah menerima tawaran serupa, tetapi belum memutuskan apakah akan menerimanya.
Baik pemerintah Thailand maupun Kamboja dan angkatan bersenjata mereka mungkin akan diuntungkan dengan mengambil sikap keras satu sama lain.
Anutin membubarkan parlemen bulan ini, membuka jalan bagi Pemilu Februari dan yakin bahwa konflik dengan Kamboja akan meningkatkan dukungan bagi partai konservatifnya. Menteri Pertahanan Nattaphon Narkphanit pada Minggu mengatakan penerimaan Thailand atas "gencatan senjata bersyarat" adalah langkah strategis daripada konsesi.
Militer Thailand juga berusaha membingkai konflik ini sebagai perang melawan pusat-pusat penipuan yang beroperasi di seberang perbatasan di Kamboja, menargetkan kompleks besar yang diduga menjadi tempat operasi kejahatan siber yang ingin ditutup oleh Washington dan Beijing.
(bbn)
































