Logo Bloomberg Technoz

“Pesan utama kami sederhana namun krusial: tunggu anak siap. Pastikan anak benar-benar siap, baik secara usia, kematangan mental, dan adanya pendampingan yang memadai sebelum mereka memasuki dunia digital,” ujar Meutya dalam Talkshow Bangun Ruang Digital Ramah Anak di Jakarta, Selasa (9/12/2025).

PP Tunas secara tegas melarang praktik profiling data anak untuk tujuan komersial. Platform digital juga diwajibkan melakukan verifikasi usia pengguna serta memperoleh persetujuan orang tua sebelum anak dapat mengakses layanan tertentu. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memutus rantai eksploitasi data yang selama ini kerap terjadi tanpa disadari oleh pengguna maupun orang tua.

Urgensi regulasi ini diperkuat oleh data yang menunjukkan bahwa 48 persen pengguna internet di Indonesia merupakan anak di bawah usia 18 tahun. Lebih dari 80 persen dari kelompok ini tercatat mengakses internet setiap hari. Angka tersebut mencerminkan betapa besarnya paparan anak terhadap dunia digital, sekaligus besarnya risiko apabila tidak diiringi dengan sistem perlindungan yang memadai.

Meutya menegaskan bahwa PP Tunas tidak disusun untuk menghambat inovasi digital atau perkembangan industri teknologi. Sebaliknya, regulasi ini dirancang agar inovasi berjalan seiring dengan tanggung jawab sosial, khususnya terhadap kelompok rentan seperti anak-anak.

“PP Tunas menjadi landasan hukum agar platform digital tidak menjadikan anak sebagai komoditas. Ruang digital harus menjadi sarana tumbuh kembang yang positif, bukan sumber ancaman,” tegasnya.

Regulasi Digital dan Posisi Indonesia di Tingkat Global

Dengan diberlakukannya PP Tunas, Indonesia mencatatkan diri sebagai salah satu negara dengan regulasi khusus yang komprehensif terkait perlindungan anak di ruang digital. Secara global, Indonesia menjadi negara kedua setelah Australia yang memiliki kerangka hukum khusus untuk isu ini. Australia lebih dahulu mengesahkan Online Safety Act yang menetapkan batas usia minimum 16 tahun untuk mengakses platform digital tertentu, disertai sanksi tegas bagi penyelenggara yang melanggar.

Langkah Indonesia dinilai sejalan dengan praktik terbaik internasional dalam melindungi hak digital anak. Di tengah meningkatnya nilai ekonomi data, banyak negara mulai menyadari bahwa anak tidak boleh diperlakukan sebagai objek pasar. Perlindungan yang kuat diperlukan agar anak tidak menjadi korban eksploitasi algoritma, iklan terselubung, maupun pengumpulan data tanpa persetujuan yang sah.

PP Tunas juga memperkuat peran negara sebagai pengawas ekosistem digital. Platform tidak lagi hanya dituntut untuk menghadirkan layanan inovatif, tetapi juga diwajibkan memastikan keamanan, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan data pengguna anak. Kewajiban ini mencakup mekanisme pelaporan, sistem pengaduan, serta sanksi administratif bagi pelanggaran.

Bagi orang tua, regulasi ini menjadi pengingat bahwa pendampingan tetap menjadi kunci utama. Negara menyediakan payung hukum, tetapi peran keluarga tetap tidak tergantikan dalam membentuk literasi digital anak. Orang tua diharapkan lebih aktif memahami aktivitas daring anak dan memanfaatkan fitur pengawasan yang disediakan platform.

Ke depan, pemerintah berharap PP Tunas dapat menciptakan ruang digital yang lebih sehat dan aman. Anak diharapkan dapat memanfaatkan teknologi sebagai sarana belajar, berekspresi, dan berkembang, tanpa harus mengorbankan privasi dan keamanan data pribadi mereka.

Di tengah laju transformasi digital yang semakin agresif, PP Tunas menandai sikap tegas negara bahwa hak anak tidak boleh dikompromikan oleh kepentingan bisnis. Regulasi ini sekaligus menjadi fondasi penting dalam membangun masa depan digital Indonesia yang inklusif, beretika, dan berpihak pada generasi penerus bangsa.

(tim)

No more pages