Logo Bloomberg Technoz

RUU ini kini masih memerlukan persetujuan presiden agar resmi menjadi undang-undang.

“Jika kita ingin membayangkan peran global bagi diri kita, kita harus mengikuti strategi global,” kata Menteri Energi Nuklir Jitendra Singh di parlemen pada Rabu, membela keputusan membuka sektor ini bagi investor asing.

Saham Walchandnagar Industries Ltd., pemasok komponen untuk pembangkit listrik tenaga nuklir, melonjak hampir 8% pada perdagangan awal di Mumbai, mencapai level intraday tertinggi dalam sekitar tiga bulan.

Dorongan India terhadap energi nuklir mencerminkan pergeseran global. Negara-negara mulai menanggalkan ketakutan yang dipicu oleh bencana Fukushima pada 2011, seiring upaya memenuhi permintaan yang meningkat dari sistem kecerdasan buatan dan pusat data.

Sementara Jepang mulai mengaktifkan kembali reaktornya, China, Korea Selatan, dan Bangladesh termasuk di antara negara lain yang membangun reaktor baru.

Kapasitas pembangkit listrik tenaga nuklir global dapat meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 860 gigawatt pada 2050, menyuntikkan hampir US$2,2 triliun ke dalam rantai nilai, tulis Morgan Stanley Research dalam sebuah catatan pada Agustus.

Perkiraan terbarunya mengenai kapasitas nuklir global baru hingga pertengahan abad ini menambah lebih dari 50% dibandingkan proyeksi tahun lalu.

Porsi besar dari penambahan tersebut dapat berasal dari India jika negara itu mencapai target kapasitas tenaga nuklir 100 gigawatt pada 2047, saat India menargetkan kemandirian energi dan naik kelas menjadi negara maju.

Pencapaian target tersebut akan melibatkan peningkatan signifikan konsumsi listrik per kapita, yang saat ini masih jauh di bawah setengah rata-rata dunia.

Uji coba nuklir pertama India pada 1974 memicu pembekuan global atas pasokan atom ke negara itu, yang kemudian dibalik pada 2008 melalui kesepakatan dengan AS yang memulihkan akses hukum India terhadap teknologi dan bahan bakar.

Meski secara teknis mampu mengimpor kebutuhan untuk memperluas armada nuklirnya, India—di bawah tekanan publik—memberlakukan undang-undang tanggung jawab yang kontroversial pada 2010, yang hingga kini membuat pemasok menjauh.

Kebijakan tersebut membuat pemasok terekspos pada klaim ganti rugi jika terjadi insiden nuklir dan memungkinkan gugatan berdasarkan berbagai undang-undang lain.

Risiko ini menghentikan proyek-proyek oleh Electricité de France, General Electric Co., dan Westinghouse Electric yang telah menandatangani kesepakatan untuk membangun beberapa proyek terbesar di dunia di India.

Saat ini, pembangkit Kudankulam di dekat ujung selatan India—yang mengoperasikan reaktor berdesain Rusia berkapasitas 1 gigawatt—adalah satu-satunya yang menggunakan teknologi asing.

Lokasi ini memiliki dua reaktor yang telah terpasang dan empat lainnya sedang dibangun.

RUU baru ini sepenuhnya membebaskan pemasok dari tanggung jawab nuklir dan secara signifikan melonggarkan ketentuan bagi operator.

RUU tersebut menetapkan batas tanggung jawab berdasarkan ukuran reaktor dan memungkinkan pemerintah membentuk dana tanggung jawab untuk menutupi klaim yang melebihi batas tersebut.

“Kita melihat keuntungan diprivatisasi, sementara risiko disosialisasikan,” kata Manoj Kumar Jha, perwakilan partai oposisi Rashtriya Janata Dal di majelis tinggi, menyuarakan kekhawatiran bahwa uang pembayar pajak dapat digunakan untuk mengisi dana tersebut.

“Kita harus berhati-hati dengan apa yang kita lakukan; sejarah tidak memberi kita tombol hapus.”

RUU ini juga menyebutkan bahwa ketentuannya akan mengesampingkan undang-undang lain dalam hal-hal yang berkaitan dengan nuklir, sehingga mempersempit peluang litigasi.

Meski demikian, pemerintah tidak sepenuhnya melepaskan kendali atas industri ini: penambangan dan pemrosesan material nuklir serta pengelolaan bahan bakar bekas tetap berada di bawah kewenangan negara, demikian pula penetapan harga listrik tenaga nuklir.

Setiap infrastruktur baru harus memenuhi tuntutan pasar India yang sensitif terhadap harga.

“Sektor ini menghadapi tantangan termasuk biaya modal yang sangat tinggi, masa pembangunan yang panjang, dan persoalan stabilisasi pembangkit,” kata Ankit Jain, wakil presiden dan co-group head pemeringkatan korporasi di ICRA Ltd., dalam pernyataan melalui email.

“Perusahaan swasta tidak memiliki rekam jejak operasional di bidang ini, sehingga menimbulkan kekhawatiran atas risiko eksekusi dan daya saing tarif.”

(bbn)

No more pages