Pengawasan mencakup 698 ritel modern, 663 ritel tradisional, 243 gudang distributor, 7 gudang importir, serta 1 gudang marketplace atau e-commerce. Dari hasil pemeriksaan, sebanyak 1.049 sarana atau 65,1 persen dinyatakan memenuhi ketentuan, sementara 563 sarana atau 34,9 persen tidak memenuhi ketentuan (TMK).
Taruna menjelaskan, peningkatan persentase temuan TMK dibandingkan tahun sebelumnya dipengaruhi pendekatan pengawasan berbasis risiko. BPOM memprioritaskan pemeriksaan pada sarana yang memiliki rekam jejak pelanggaran. “Pendekatan berbasis risiko ini membuat temuan meningkat, karena kami menyasar sarana yang berpotensi tinggi melakukan pelanggaran,” jelasnya.
Dari total 126.136 pieces pangan TMK, temuan terbesar adalah pangan tanpa izin edar, disusul pangan kedaluwarsa dan pangan rusak. Produk kedaluwarsa yang ditemukan antara lain minuman serbuk berperisa, permen, bumbu siap pakai, serta pasta dan mi, sementara pangan rusak didominasi produk ikan kaleng, susu, pasta, dan mi.
Selain pengawasan langsung, BPOM juga melakukan patroli siber terhadap ribuan tautan penjualan pangan di platform digital. Taruna menegaskan, peredaran pangan kedaluwarsa dan ilegal secara daring menjadi perhatian serius karena dapat menjangkau konsumen secara luas tanpa pemeriksaan fisik.
BPOM telah menindaklanjuti temuan tersebut melalui pemusnahan produk, pengembalian kepada pemasok, hingga pemberian sanksi administratif dan proses hukum jika diperlukan. “Kami mengimbau pelaku usaha untuk tidak mengedarkan produk kedaluwarsa dan selalu mematuhi ketentuan. Masyarakat juga kami minta menerapkan Cek KLIK sebelum membeli pangan, terutama jelang Nataru,” tegas Taruna Ikrar.
(dec/spt)




























