Misalnya; dengan mengalokasikan sekitar 842 juta ton cadangan batu bara untuk proyek tersebut, menyiapkan kawasan industri, melakukan penyeleksian mitra teknologi, hingga berbicara dengan calon investor.
“Secara teknis kami sudah alokasikan 842 juta ton cadangan, sudah siapkan kawasan industrinya, melakukan proses technology selection, termasuk bicara dengan beberapa technology licensor dan calon investor,” ungkap Turino.
Sebagai informasi, Kementerian ESDM memberikan sinyal akan mengalihkan subsidi LPG ke DME untuk membuat harga jual pengganti gas minyak cair tersebut lebih ekonomis.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menyatakan kementeriannya sedang memperhitungkan harga pokok penjualan (HPP) produk DME.
Dia memastikan jika DME memerlukan subsidi, anggarannya akan berasal dari peralihan dana subsidi Gas Melon.
“Jadi kita lagi memperhitungkan berapa HPP untuk DME kalau memang ada subsidi itu kan juga merupakan pengalihan subsidi dari untuk LPG yang ada saat ini,” kata Yuliot ditemui awak media, di kantor Kementerian ESDM, Jumat (12/12/2025).
Di sisi lain, Senior Director Oil, Gas, Petrochemical BPI Danantara Wiko Migantoro sebelumnya mengatakan lembagannya tengah berupaya memastikan proyek gasifikasi batu bara itu bisa ekonomis untuk dikembangkan pada skala besar.
Wiko menuturkan kajian kelayakan investasi proyek DME juga telah dibahas bersama dengan satuan tugas (Satgas) percepatan hilirisasi untuk mencari pola distribusi serta komersialisasi yang menarik.
“Tentu saja di situ diperlukan banyak dukungan dari pemerintah ya, agar kelak harga dari DME ini bisa lebih kurang sama dengan LPG yang sekarang,” kata Wiko kepada awak media di Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Wiko menegaskan masih mencari skema penyaluran subsidi untuk DME agar optimal dan memiliki nilai keekonomian yang menarik.
“Toh sekarang LPG juga subsidi kan? LPG juga subsidi. Kalau gambarannya sih kira-kira nanti sama, masih akan memerlukan subsidi juga,” ucapnya.
Wiko juga memastikan PTBA akan menggarap salah satu proyek DME batu bara di Tanah Air. Nantinya, Danantara Investment Management akan berpartisipasi pada sisi pengelolaan hulu DME.
Sementara itu, PT Pertamina (Persero) akan menjadi penyalur atau distributor dari DME yang digarap oleh PTBA.
Adapun, Ppoyek mercusuar hilirisasi batu bara menjadi DME sebelumnya sudah gagal pada era Presiden Joko Widodo. Investor dari AS, Air Products & Chemicals Inc. (APCI), hengkang pada 2023 dari proyek DME batu bara yang dipenggawai oleh Bukit Asam.
Saat itu, proyek gasifikasi batu bara menjadi DME direncanakan selama 20 tahun di wilayah Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) yang berada di mulut tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatra Selatan. BACBIE akan berada di lokasi yang sama dengan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8.
Sebelum APCI angkat kaki, proyek itu mulanya digadang-gadang sanggup menghasilkan DME sekitar 1,4 juta ton per tahun dengan memanfaatkan 6 juta ton batu bara per tahun. Proyek ini ditargetkan dapat menghasilkan substitusi gas minyak cair impor sekitar 7—8 juta ton per tahun.
Dalam perkembangannya, Satgas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional telah menyerahkan pra-kajian 18 proyek hilirisasi kepada BPI Danantara dan sudah memasuki tahap finalisasi.
Dari 18 proyek tersebut, salah satunya merupakan proyek DME batu bara. Proyek itu menjadi penting untuk mensubstitusi impor LPG.
Belakangan, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia membeberkan perusahaan asal Eropa dan Korea Selatan (Korsel) berminat membentuk konsorsium untuk berinvestasi pada proyek gasifikasi batu bara tersebut.
Selain itu, Bahlil menambahkan, perusahaan asal China turut berminat pada proyek substitusi impor LPG itu.
Bahlil mengatakan kementeriannya tengah menguji kajian atau feasibility study (FS) dari proyek DME dengan teknologi dari beberapa negara tersebut.
“DME, kita belum finalkan. Sekarang kita lagi uji FS-nya dengan teknologinya. Akan tetapi, ancang-ancangnya sudah ada dua,” kata Bahlil kepada awak media di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
(azr/wdh)





























