"Itu sangat menyedihkan sekali. makanya kita menuai badai, di Aceh, Sumut, Sumbar, like it or not itu. Namanya pohon ditebang ya nggak lada lagi penyangga air, hingga air bah turun," tutur dia.
Melihat tragedi tersebut, Bimo kemudian menyinggung pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang menyoroti jika berbagai sumber daya alam (SDA) milik negara dikuasai negara untuk hajat hidup orang banyak.
Saat ini, dari sisi hulu maupun hilir, pemerintah lewat Presiden Prabowo Subianto juga menyinggung peran Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dalam menindak pelanggaran di sektor kehutanan dan pertambangan.
"Kita bisa melihat betapa ada sebuah paradoks, di aman kebijakan fiskal bisa menjadi penyeimbang supaya ketimpangan sosial dan penghasilan itu bisa terminimalisasi," kata dia.
"Reform yang hari ini dikomitmenkan oleh pemerintah itu yang memakai pendekatan Pasal 33. Maka di sisi hulu sampai hilir ada satgas PKH."
Masalah Hilir
Di sisi lain, Bimo juga turut menyoroti masih terdapat banyak perusahaan yang memanfaatkan hasil komoditas perusahaan ekstraktif tersebut yang bermain curang dalam penghindaran pajak.
Dia menyoroti kasus praktik penyelundupan dan mods underinvoicing. Belakangan, praktik ini juga ditemukan dari ekspor limbah kelapa sawit bernama fatty acid methyl ester (FAME) belum lama ini.
"Di sisi hilir masih terdapat banyak sekali penyelundupan. Penyelundupan yang mungkin dilegalisasi karena sistem,” kata Bimo.
Kasus ini terungkap dalam operasi gabungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dengan hasil sitaan sebanyak 87 kontainer dengan total nilai transaksi mencapai Rp2,08 triliun.
(lav)






























