“Tahun depan kan 7,09% sementara tahun ini 7,1% kenapa turun? Karena kita startnya sudah tinggi. Tahun lalu [2024] kan 2,7% ekspor tumbuhnya ya, realisasi ekspor tahun 2024 dari tahun 2023 itu 2,7%, setelah itu terus 2024 ke 2025 ini targetnya kan 7,1%. Artinya kan startnya lompat ya, makanya tahun depan itu 7,09%,” jelasnya.
Menurut Budi, seluruh perhitungan tersebut sudah disusun untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8%
Ditopang Perjanjian Dagang
Meski target ekspor 2026 sedikit lebih rendah 0,1%, Kemendag tetap optimistis. Hal itu dikarenakan adanya sederet perjanjian dagang yang mulai berlaku penuh tahun depan.
“Kita optimis, kenapa? karena banyak perjanjian dagang juga sudah selesai. Tahun depan kan banyak yang sudah implementasi,” tutur Budi.
Tak hanya itu, pemerintah juga menyiapkan langkah konkret untuk memastikan pelaku usaha seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia serta Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) bisa langsung memanfaatkan peluang tersebut.
“Ini sedang dipersiapkan untuk membuat semacam business forum atau business matching tapi secara online. Jadi khusus yang ingin memanfaatkan CEPA atau FTA, pokoknya perjanjian dagang ya,” ungkapnya.
Ketika ditanya mengapa angka target tahun depan tidak disamakan saja dengan tahun ini, Budi menjawab, penetapan target didasarkan pada kalkulasi realistis.
“Kita sudah hitung-hitung ya, karena 7,1% itu gede loh. 7,1% dari tahun sebelumnya itu nilai capaian ekspornya hampir US$300 miliar [US$294 miliar]. Nah tahun depan itu kalau 7,09% itu sudah US$315 miliar,” tutur dia.
Menurutnya, jika realisasi mencapai US$315 miliar, Indonesia akan mencatatkan ekspor tertinggi sepanjang sejarah.
Lebih jauh, pemerintah menargetkan nilai ekspor tembus US$405 miliar pada 2029. Tahapannya telah disusun dari tahun ke tahun.
“Nah kita kejar terus sampai akhir tahun 2029 itu US$405 miliar target ekspor kita. Tapi tahun 2029 makanya kita bertahap. Tahun ini berarti US$294 miliar, tahun depan US$315 miliar,” jelasnya.
Menurut Budi, fokus pemerintah saat ini bukan pada perubahan komoditas, melainkan perluasan pasar ketika seluruh produk Indonesia dapat memiliki peluang ekspor yang lebih mudah ke berbagai negara.
(ell)































